Jakarta, Aktual.co —  Pemimpin negara adalah faktor  penting dalam kehidupan berbangsa. Bila pemimpin negara tersebut jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan makmur. Sebaliknya, bila pemimpinnya tidak jujur, korup, hipokrit serta menzalimi rakyatnya, niscaya masyarakat akan sengsara dan tertindas.

Oleh karena itulah, Islam memberikan panduan dalam memilih pemimpin yang baik. Dalam Al Quran, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk memilih pemimpin yang baik dan beriman.

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. “ (An Nisaa 4:138-139)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimmpin (mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagiaa yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada oarng-orang yang zalim ” (QS. Al-Maidah: 51)

إِنَّمَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ

“Sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku adalah (berkuasanya) para pemimpin yang menyesatkan.” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ahmad, dan al-Darimi.)

Dari Auf bin Malik Al-Asyja’iy berkata :

قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ
             
“Kami berkata ya Rasulallah ; ‘Apakah tidak kami perangi saja mereka (para imam yang jahat) apabila kami menjumpai yang demikian? Berkata Rasulullah SAW ; ‘Tidak selagi mereka menegakkan sholat di tengah-tengah  kalian, Tidak selagi mereka menegakkan sholat di tengah-tengah  kalian…”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Hadits di atas menjelaskan bahwa; jika seorang Imam bermaksiat kepada Allah SWT seperti berbuat murka dan melaknati kepada rakyatnya, berlaku kejam dan tidak adil atau yang semisalnya maka kefasikan atau kezoliman seorang Imam tidak dapat menggugurkan kewajiban rakyat untuk mentaati perintahnya selama mereka masih menegakkan shalat bersama rakyatnya.

Kalimat “menegakkan shalat di tengah-tengah kalian” pada hadits di atas tidak bisa dikinayahkan dengan “menegakkan hukum-hukum Islam di tengah-tengah kalian”. Ini adalah pemahaman sesat gaya mu’tazilah.

Jika kita mau jujur menimbang pemerintahan yang ada sekarang, rasa-rasanya keburukan dan kejahatannya sudah tersiratkan oleh hadits-hadits di atas. Dan, jika pemimpin dan penguasa seperti itu sifatnya, maka semua urusan akan jungkir balik.

Akibatnya, pembohong dipercaya, orang jujur didustakan, pengkhianat diberikan amanat, orang terpercaya dikhianati dan didustakan, orang bodoh berbicara, orang alim dipenjara dan dilarang bicara. Kondisi ini persis seperti yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat ialah ilmu diangkat dan tersebarnya kebodohan.” (Muttafaq ‘Alaih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Semoga Allah SWT memberikan kepada kita para pemimpin yang takut kepada Allah SWT dan memiliki sifat amanah, mengasihi rakyat dan tidak suka hidup mewah, menegakkan kebenaran dan menghancurkan kebatilan, cinta syariat dan anti khianat. Amiin, yaa Rabbal ‘alamin.

Artikel ini ditulis oleh: