Jakarta, Aktual.com — Pemerintah diminta untuk mengkaji secara komprehensif perubahan kebijakan daftar negatif investasi (DNI) perfilman nasional saat ini.

Demikian disampaikan Ketua Panja Perfilman Komisi X DPR, Abdul Kharis Almasyhari, di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (27/4).

“Karena kebijakan ini belum dapat diimplementasikan untuk bidang perfilman dalam waktu dekat. Dalam rangka perlindungan, pertahanan, dan ketahanan budaya, perlindungan sumber daya Indonesia, dan harapan para pemangku kepentingan serta pranata kelengkapan regulasi teknis yang masih perlu disiapkan,” ucap Kharis.

Dikatakan Kharis, dalam paket kebijakan ekonomi jilid 10 yang dikeluarkan pemerintah pada 11 Febuari 2016 bertujuan untuk memperlonggar investasi dengan meningkatkan perlindungan bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (UMKMK). Kebijakan itu berimplikasi pada perubahan ketentuan mengenai penanaman modal yang disebut sebagai DNI yang diatur dengan peraturan presiden (Pepres) No 39 Tahun 2014.

“Untuk memajukan perfilman nasional melalui peningkatan kualitas produksi film Indonesia dan penambahan jumlah serta persebaran layar bioskop yang lebih merata, pemerintah berencana membuka 100 persen bidang perfilman dalam DNI untuk permodalan asing, masih menuai pro dan kontra para pemangku kepentingan perfilman,” sebut Kharis lagi.

Tidak hanya itu, dalam kesimpulan Panja dibahas juga mengenai revisi Undang-Undang No 33 Tahun 2009 tentang Film dan tentang pengembangan film nasional termasuk sinergi yang lebih baik antara badan perfilman Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif, Pusat pengembangan Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta lembaga sensor film.

“Beberapa lembaga dan narasumber menyimpulkan bahwa UU No 33 Tahun 2009 tentang perfilman tidak efektif sehingga perlu dilakukan revisi. Sehingga, perlu kajian yang teliti dan komprehensif terhadap pasal yang akan direvisi dalam memperkuat regulasi perfilman nasional dengan peraturan pemerintah ataupun Kepres dan permen,” tandas politikus PKS itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang