Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka (tengah) didampingi Anggota Fraksi PAN Teguh Juwarno (kanan) bersalaman dengan anggota Pansus usai memimpin rapat perdana Panitia Khusus Pelindo II di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/10). Rieke Diah Pitaloka terpilih sebagai Ketua Pansus Pelindo II dan diberi waktu selama 60 hari untuk bekerja, kemudian hasilnya dilaporkan dalam rapat paripurna. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/ama/15

Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Pansus Pelindo II Teguh Juwarno meyakini ada indikasi korupsi dalam perpanjangan kontrak JICT, selain temuan kejanggalan penandatanganan.

Kejanggalan tersebut diantaranya perpanjangan yang semula dilakukan oleh Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings (HPH), namun ditemukan perpanjangan dilakukan antara Pelindo II dan JICT. Sebab, kontrak perpanjangan ditandatangi oleh Dirut Pelindo II dan Dirut JICT.

“Iya kalau kita melihat dari sini ada upaya-upaya yang dilakukan secara sistematis untuk memang melakukan ibaratnya penggelapan atau namanya dalam terminologi ekonomi itu finansial engineering. Mereka bermain-bermain, sengaja, pasti ada pihak-pihak yang diuntungkan,” ujar Teguh di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11).

Untuk itu, diperlukan penelusuran PPATK untuk melihat kemana sebenarnya aliran dana yang disembunyikan.

“Karena begini, persoalannya juga bukan dana, tapi juga komposisi saham setelah perjanjian itu dilakukan amandemen,” sebutnya.

Teguh menjelaskan, perjanjian yang diamandemen dimaksud komposisinya HPH 51 persen dan pelindo II 49 persen, namun kemudian menjadi 51 persen untuk pelindo II dan 49 persen untuk HPH. Dalam valuasi yang dilakukan tim bersama, termasuk FRI dan Bahana, Pansus melihat sebenarnya nilainya untuk HPH tidak lagi 49 persen tapi mungkin sudah sekitar 26 persen.

“Maka ada sekitar 23 persen menjadi tanda tanya besar ini kemana? siapa ini, jangan-jangan ada ‘papa minta saham’ juga disitu,” cetus Politisi PAN itu.

Terkait hal tersebut, menjadi sangat relevan untuk Pansus meminta PPATK menelusurinya. Pansus juga meminta 7 dokumen dari JICT untuk menyelidiki kejanggalan-kejanggalan tersebut.

Adapaun 7 dokumen dimaksud, yakni:
1. Laporan keuangan 1999-2014
2. Agreement perubahan komposisi saham Pelindo 51 persen, HPH 49 persen, KOPEGMAR 0,01 persen
3. Pembayaran LOAN 2009
4. Invoice pembayaran tehnical KNOW HOW ke seaport BV
5. Nomor rekening US dollar dan IDR sejumlah enam rekening
6. Bukti pembayaran rental cost pada tanggal 1 September dan 3 November 2015
7. SK pengangkatan Direksi yang baru

Artikel ini ditulis oleh: