Jakarta, Aktual.com – Konflik di Sudan, yang menyebabkan krisis makanan, air, bahan bakar, dan uang tunai di beberapa wilayah, memicu kenaikan harga sebesar hampir empat kali lipat, demikian diungkapkan oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada Kamis (11/5).

Pada saat bersamaan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa fasilitas-fasilitas layanan kesehatan terus diserang dan diduduki oleh pihak-pihak yang berkonflik. Di Khartoum, ibu kota Sudan, hanya ada kurang dari seperlima fasilitas kesehatan yang masih berfungsi secara penuh, dengan 60 persen sama sekali tidak beroperasi.

WHO mengatakan beberapa pusat kesehatan kembali dibuka di wilayah Darfur barat untuk menyediakan layanan darurat, persalinan, perawatan anak, dan penyakit kronis.

Lebih lanjut lembaga tersebut mengatakan pihaknya siap mengirimkan lebih dari 110 ton suplai medis darurat dari Pelabuhan Sudan ke lebih dari 13 destinasi di seluruh wilayah negara itu.

“Kami membutuhkan izin yang dipercepat dan jaminan perjalanan yang aman untuk mengirimkan pasokan penting ini ke fasilitas-fasilitas kesehatan yang sangat membutuhkannya untuk operasi penyelamatan nyawa,” kata WHO.

Badan Pengungsi PBB (United Nations High Commissioner for Refugees/UNHCR) mengatakan bahwa lebih dari 164.000 orang telah melintasi perbatasan untuk mengungsi sejak konflik dimulai pada 15 April, termasuk di Republik Afrika Tengah, Chad, Mesir, Ethiopia, Libya, dan Sudan Selatan.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan bahwa sejak konflik tersebut meletus, 736.000 orang telah mengungsi di dalam wilayah Sudan. Hampir 3,8 juta orang telah menjadi pengungsi internal di Sudan sebelum konflik itu dimulai.

Dana Anak-Anak PBB (United Nations Children’s Fund/UNICEF) memperkirakan bahwa 82.000 anak mengungsi ke negara-negara tetangga, dan sekitar 368.000 lainnya baru-baru ini menjadi pengungsi di Sudan.

UNICEF mengatakan bahwa banyak komunitas yang menerima pengungsi telah terdampak oleh berbagai krisis, dengan layanan esensial dan kapasitas kemanusiaan yang ada sudah menanggung beban yang terlalu berat.

Di sisi lain, musim hujan diperkirakan akan menambah tantangan terkait akses dan meningkatkan risiko penyakit. Konflik tersebut juga mengganggu perdagangan dan pergerakan lintas perbatasan, dengan risiko kerawanan pangan yang lebih tinggi di tengah masyarakat yang rentan, demikian diperingatkan oleh UNICEF.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra