Rais Aam Syuriah PBNU KH. Maruf Amin (kiri) mengambil sumpah Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj (keempat kanan) dan jajaran pengurus PBNU dalam pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020 di Masjid Istiqlal Jakarta, Sabtu (5/9/2015). Pengurus NU periode tersebut merupakan hasil muktamar Ke-33 NU di Jombang.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin, merupakan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang sangat dihormati oleh jutaan warga NU. Keberadaan Kiai Ma’ruf telah mendarah daging bagi warga NU.

Katib Syuriah PBNU, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/2), menilai wajar warga NU begitu geram jika ada pihak yang sengaja atau tidak sengaja mengganggu martabat yang bersangkutan.

“KH Ma’ruf Amin adalah pemimpin tertinggi jami’iyyah NU, yang senantiasa dijaga, dihormati dan ditaati oleh puluhan juta warga nahdliyin. Kami semua, warga NU adalah santri beliau yang siap menjaga kehormatannya. Kehormatan beliau adalah bagian dari hidup kami,” katanya.

Menurut Asrorun, Kiai Ma’ruf merupakan sosok terhormat yang selaku komitmen dan nilai-nilai keadaban, kesantunan, moderasi dan ketaatan pada hukum. Ia juga seorang Kyai yang mengerti politik, politik kebangsaan dan keumatan.

Karakteristik itu sudah dibuktikan oleh Ma’ruf dengan bersedian hadir dalam persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Kiai Ma’ruf Amin hadir di persidangan sebagai saksi dengan terdakwa saudara Ahok adalah wujud komitmen beliau yang sangat tinggi dalam penegakan hukum. Sejak awal Kyai Ma’ruf mengajarkan anti kekerasan, perhargaan terhadap hukum, dan mencegah politisasi kasus hukum untuk kepentingan politik,” paparnya.

Dalam persidangan Ahok, Asrorun yang mendampingi Ma’ruf sebetulnya sudah merasa geram dengan perlakuan para penasihat hukum Ahok. Menurut mereka, sikap kuasa hukum Ahok terhadap Ma’ruf sangat tidak etis.

“Beliau saat memberikan keterangan sangat santai, tenang dan bergairah. Pada saat itu kami terus galau, diliputi amarah akibat ulah pengacara Ahok yang kami nilai memperlakukan Kiai secara kurang etis. Ditambah, hakim dan jaksa yang agak pasif,” jelas Asrorun.

Namun, perlakuan pengacara Ahok nampaknya tidak diambil hati oleh Ma’ruf. Menurut Asrorun, pasca persidangan ia dan Ma’ruf sempat berdisikusi ringan di sekitaran kantor MUI, salah satu bahasannya ihwal persidangan Ahok.

“Selepas maghrib, kami makan malam dan diskusi kecil di dekat kantor. Tidak ada raut lelah di wajah beliau. Habis makan malam, kami bergerak ke kantor PBNU untuk menghadiri acara Harlah NU ke-91,” bebernya.

Ma’ruf memang menjadi ‘bulan-bulanan’ pengacara Ahok dalam sidang kasus penodaan agama, Selasa (31/1). Ia diminta bersaksi hampir selama 7 jam, dengan usia yang menginjak kepala 73 tahun.

Dalam persidangan, Ma’ruf dicecar seputar pendapat dan sikap keagamaan MUI atas pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu, akhir September 2016 lalu. Ahok dan pengacara menuding, pendapat dan sikap keagamaan MUI tidak objektif.

Ma’ruf dituding ‘main mata’ dengan pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni.

Tudingan tersebut didasarkan pada, pertama telepon dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Ma’ruf, yang menurut tim Ahok diterima pada Kamis 6 Oktober 2016. Serta jabatan Dewan Pertimbangan Presiden yang diemban Ma’ruf saat SBY masih berkuasa di negeri ini.

(Zhacky Kusumo)

Artikel ini ditulis oleh: