Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siraj menolak keras rencana pemerintah melakukan impor beras dari luar negeri. Ia menegaskan seharusnya nasib petani diutamakan ketimbang buru-buru impor.

“Saya menolak keras kesepakatan impor beras ini. Tolong nasib petani harus didahulukan, nasib para petani sebagai tulang punggung ekonomi bangsa ini harus diprioritaskan. Alih-alih untuk mendukung malah akan menghancurkan nasib mereka,” kata Said dalam keterangan resminya yang dikutip dari Kanal YouTube TV NU, Senin (22/3).

Said menjelaskan bahwa sebagian besar petani di Indonesia adalah warga Nahdliyin, julukan bagi warga NU. Ia mengaku sudah dihubungi oleh para petani di daerah-daerah yang mengeluhkan rencana impor beras tersebut.

Para petani itu, kata dia, juga melaporkan bahwa stok beras masih sangat mencukupi dan tak perlu impor. Bahkan, para petani siap untuk membuktikan bahwa ketersediaan stok beras masih cukup sampai saat ini.

“Kata para petani, kalau pemerintah mau dibuktikan satu juta ton beras sekarang juga siap kami buktikan. Tidak usah besok atau lusa. Sekarang juga siap untuk membuktikan bahwa kami sudah punya ada beras satu juta ton,” kata dia.

Lebih lanjut, Said juga membeberkan keluhan para petani bahwa harga beras turun sampai Rp300-350 lantaran rencana pemerintah impor beras belakangan ini.

Bahkan, para tengkulak ragu mengambil beras dari petani di desa. Mereka lebih memilih untuk menunggu keputusan resmi pemerintah terkait hal tersebut.

Melihat hal itu, Said mengaku langsung menghubungi Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi. Harvick, kata dia, mengaku setuju dengan sikap PBNU yang menolak kebijakan impor beras.

Terlebih, data dari Kementerian Pertanian menunjukkan stok beras pada akhir tahun 2020 sebesar 7,38 juta ton. Sementara perkiraan produksi dalam negeri pada 2021 sebesar 17,51 juta ton.

 

Dengan demikian, jumlah stok beras akhir tahun 2020 jika dijumlah dengan perkiraan stok beras pada 2021 menjadi 24,9 juta ton. Sedangkan perkiraan kebutuhan pangan tahun 2021 sebesar 12,33 juta ton.

“Ini artinya surplus, ngapain impor? Ini kebijakannya siapa? Saya bertanda tanya besar untuk apa, kepentingan siapa, dan kenapa impor beras dilakukan? Untuk kepentingan kelompok tertentu pasti ini tujuannya, saya tahu lah,” kata Said.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah berencana mengambil rencana impor beras sebanyak 1 sampai 1,5 juta ton dalam waktu dekat. Hal tersebut dilakukan demi menjaga ketersediaan dan harga beras di dalam negeri.

Langkah itu diambil lantaran ada program bantuan sosial (bansos) beras selama kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), antisipasi dampak banjir, dan pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, pemerintah tidak akan melakukan impor beras pada masa panen raya agar tak menghancurkan harga beras petani.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin