Dialog Pilar Negara tema "Menjaga Kedaulatan Laut NKRI dari Visi Pertahanan dan Budaya" pembicara Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI TB Hasanuddin dan Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana (kanan) di Ruang Presentasi MPR Nusantara IV Jakarta. Senin (22/6/2015). TB Hasanudin mengatakan, tahun 2009 sudah buat konsep kapal patroli cepat dengan mengeluarkan anggaran sebesar Rp 67 triliun untuk patroli 10. Batas negara. Sayangnya 10 batas negara itu masih belum bisa terselesaikan dengan baik. AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil mantan anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin, sebagai saksi kasus suap pembahasan dan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) dalam APBN-P 2016 untuk Bakamla RI.

“Informasi dari penyidik, TB Hasanuddin diagendakan pemeriksaannya minggu depan. Pengetahuan yang bersangkutan dibutuhkan dalam berkas perkara dengan tersangka Fayakhun Andriadi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (29/6).

TB Hasanuddin merupakan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga calon Gubernur Jawa Barat dalam Pilkada Jawa Barat 2018.

KPK pada Jumat memeriksa Fayakhun yang merupakan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“Terhadap Fayakhun Andriadi, penyidik mendalami peran yang bersangkutan dalam penganggaran dan juga aliran dana terhadap sejumlah pihak terkait pengurusan anggaran tersebut,” ucap Febri.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Fayakhun Andriadi sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada 14 Februari 2018.

Fayakhun diduga menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa dia atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan proses pembahasan dan pengesahan RKAKL dalam APBN Tahun 2016 yang akan diberikan kepada Bakamla RI.

Fayakhun disangkakan menerima uang senilai Rp12 miliar dan 300 ribu dolar AS ketika masih menjabat sebagai anggota Komisi I DPR. Saat ini, ia sudah tidak lagi berada di komisi tersebut, tapi duduk di Komisi III yang bermitra dengan KPK.

Fayakhun diduga menerima “fee” atau imbalan atas jasa memuluskan anggaran pengadaan satelit monitoring di Bakamla pada APBN tahun anggaran 2016 sebesar 1 persen dari total anggaran Bakamla senilai Rp1,2 triliun atau senilai Rp12 miliar dari tersangka Fahmi Darmawansyah melalui anak buahnya M Adami Okta secara bertahap sebanyak empat kali.

Selain itu, Fayakhun juga diduga menerima uang sejumlah 300 ribu dolar AS.

Fayakhun disangkakan melanggar 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: