Jenewa, Aktual.com – Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk urusan Palestina mengungkapkan setidaknya ada 48 perusahaan multinasional yang turut andil dalam genosida Israel terhadap penduduk Gaza sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Francesca Albanese selaku pelapor khusus PBB untuk urusan Palestina yang diduduki telah merilis laporan baru yang memetakan perusahaan yang membantu Israel berbagai pelanggar hukum internasional, termasuk perang genosida di Gaza.
Dilansir dari Al Jazerra, 48 perusahaan tersebut, diantaranya raksasa teknologi Amerika Serikat Microsoft, Alphabet Inc. – perusahaan induk Google – dan Amazon. Saat ini sebuah basis data yang berisi lebih dari 1000 entitas korporasi juga disusun sebagai bagian dari investigasi tersebut.
”Pendudukan [Israel] yang berlangsung selamanya telah menjadi tempat uji coba yang ideal bagi produsen senjata dan Big Tech – yang menyediakan pasokan dan permintaan yang signifikan, pengawasan yang minim, dan akuntabilitas nol – sementara investor serta lembaga swasta dan publik mendapatkan keuntungan secara bebas,” kata laporan tersebut.

”Perusahaan tidak lagi hanya terlibat dalam pendudukan – mereka mungkin terlibat dalam ekonomi genosida,” katanya, mengacu pada serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Dalam pendapat ahli tahun lalu, Albanese mengatakan ada ”alasan yang masuk akal” untuk percaya bahwa Israel melakukan genosida di daerah Gaza yang terkepung itu.
Laporan tersebut menyatakan bahwa temuannya menggambarkan ”mengapa genosida Israel terus berlanjut.” ”Karena menguntungkan bagi banyak orang,” kata Albanese.
Perusahaan senjata dan teknologi apa saja yang diidentifikasi dalam laporan tersebut?
Dibeberkan dalam laporan itu, pengadaan jet tempur F-35 oleh Israel merupakan bagian dari program pengadaan senjata terbesar di dunia, yang melibatkan sedikitnya 1.600 perusahaan di delapan negara. Program ini dipimpin oleh Lockheed Martin yang berkantor pusat di AS, tetapi komponen F-35 dibuat di seluruh dunia.
Sedangkan produsen Italia Leonardo SpA terdaftar sebagai kontributor utama di sektor militer, sementara FANUC Corporation Jepang menyediakan mesin robotik untuk lini produksi senjata.
Sementara di sektor teknologi telah memungkinkan pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data biometrik oleh pemerintah atas warga Palestina, yang ”mendukung rezim perizinan diskriminatif Israel”, kata laporan tersebut. Sedangkan Microsoft, Alphabet, dan Amazon yang memberi Israel ”akses yang hampir setara dengan pemerintah terhadap teknologi cloud dan AI mereka”, yang meningkatkan kapasitas pemrosesan dan pengawasan datanya.
Perusahaan teknologi AS IBM juga bertanggung jawab untuk melatih personel militer dan intelijen, serta mengelola basis data pusat Otoritas Penduduk, Imigrasi, dan Perbatasan Israel (PIBA) yang menyimpan data biometrik warga Palestina, kata laporan itu.
Laporan itu mengungkapkan bahwa platform perangkat lunak AS Palantir Technologies memperluas dukungannya kepada militer Israel sejak dimulainya perang di Gaza pada Oktober 2023. Laporan itu mengatakan ada ”alasan yang masuk akal” untuk percaya bahwa perusahaan itu menyediakan teknologi kepolisian prediktif otomatis yang digunakan untuk pengambilan keputusan otomatis di medan perang, untuk memproses data dan membuat daftar target termasuk melalui sistem kecerdasan buatan seperti ’Lavender’, ’Gospel’ dan ’Where’s Daddy?’
Perusahaan lain apa saja yang diidentifikasi dalam laporan?
Laporan tersebut juga mencantumkan beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi sipil yang berfungsi sebagai ”alat serba guna” untuk pendudukan Israel di wilayah Palestina, diantaranya : Caterpillar, Rada Electronic Industries milik Leonardo, HD Hyundai Korea Selatan, dan Volvo Group Swedia, yang menyediakan mesin berat untuk penghancuran rumah dan pengembangan pemukiman ilegal di Tepi Barat.
Platform penyewaan Booking dan Airbnb juga membantu pemukiman ilegal dengan mendaftarkan properti dan kamar hotel di wilayah yang diduduki Israel.
Laporan tersebut menyebut Perusahaan Drummond AS dan Glencore Swiss sebagai pemasok utama batu bara untuk listrik ke Israel, yang terutama berasal dari Kolombia.
Di sektor pertanian, Chinese Bright Dairy & Food merupakan pemilik mayoritas Tnuva, konglomerat makanan terbesar di Israel, yang mendapatkan keuntungan dari tanah yang dirampas dari warga Palestina di wilayah Israel yang ilegal.
Netafim, perusahaan penyedia teknologi irigasi tetes yang 80 persen sahamnya dimiliki oleh Orbia Advance Corporation asal Meksiko, menyediakan infrastruktur untuk mengeksploitasi sumber daya air di Tepi Barat yang diduduki.
Obligasi pemerintah juga memainkan peran penting dalam mendanai perang yang sedang berlangsung di Gaza, menurut laporan tersebut, dengan beberapa bank terbesar di dunia, termasuk BNP Paribas di Prancis dan Barclays di Inggris, terdaftar telah turun tangan untuk memungkinkan Israel menahan premi suku bunga meskipun ada penurunan peringkat kredit.
Siapakah investor utama di balik perusahaan-perusahaan ini?
Laporan tersebut mengidentifikasi perusahaan investasi multinasional AS BlackRock dan Vanguard sebagai investor utama di balik beberapa perusahaan terdaftar.
BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, terdaftar sebagai investor institusional terbesar kedua di Palantir (8,6 persen), Microsoft (7,8 persen), Amazon (6,6 persen), Alphabet (6,6 persen) dan IBM (8,6 persen), dan terbesar ketiga di Lockheed Martin (7,2 persen) dan Caterpillar (7,5 persen).
Vanguard, manajer aset terbesar kedua di dunia, adalah investor institusional terbesar di Caterpillar (9,8 persen), Chevron (8,9 persen) dan Palantir (9,1 persen), dan terbesar kedua di Lockheed Martin (9,2 persen) dan produsen senjata Israel Elbit Systems (2 persen).
Apa saja keuntungan perusahaan dalam berbisnis dengan Israel?
Laporan tersebut menyatakan bahwa ”upaya kolonial dan genosida yang terkait dengannya secara historis didorong dan dimungkinkan oleh sektor korporasi.” Ekspansi Israel di tanah Palestina adalah salah satu contoh ”kapitalisme rasial kolonial”, di mana entitas korporasi mendapat keuntungan dari pendudukan ilegal.
Sejak Israel melancarkan perangnya di Gaza pada Oktober 2023, ”entitas-entitas yang sebelumnya mendukung dan mendapatkan keuntungan dari penghapusan dan penyingkiran Palestina dalam ekonomi pendudukan, alih-alih melepaskan diri, kini malah terlibat dalam ekonomi genosida,” kata laporan itu.
Bagi perusahaan senjata asing, perang merupakan usaha yang menguntungkan. Pengeluaran militer Israel dari tahun 2023 hingga 2024 melonjak 65 persen, yang berjumlah 46,5 miliar dolar AS – salah satu yang tertinggi per kapita di seluruh dunia.
Beberapa entitas yang terdaftar di bursa saham – terutama di sektor persenjataan, teknologi, dan infrastruktur – telah melihat laba mereka meningkat sejak Oktober 2023. Bursa Efek Tel Aviv juga melonjak 179 persen, yang belum pernah terjadi sebelumnya, menambah nilai pasar sebesar 157,9 miliar dolar AS.
Perusahaan asuransi global, termasuk Allianz dan AXA, menginvestasikan sejumlah besar uang dalam bentuk saham dan obligasi yang terkait dengan pendudukan Israel, kata laporan itu, sebagian sebagai cadangan modal tetapi terutama untuk menghasilkan keuntungan.
Booking dan Airbnb juga terus mendapat untung dari penyewaan di tanah yang diduduki Israel. Airbnb sempat menghapus properti di pemukiman ilegal pada tahun 2018, tetapi kemudian kembali menyumbangkan keuntungan dari iklan tersebut untuk tujuan kemanusiaan, sebuah praktik yang disebut laporan tersebut sebagai ”pencucian kemanusiaan.”
Laporan itu juga berisi imbauan kepada seluruh perusahaan untuk melepaskan diri dari semua aktivitas yang terkait dengan pendudukan Israel atas wilayah Palestina, yang ilegal menurut hukum internasional.
Pada Juli 2024, Mahkamah Internasional juga sudah mengeluarkan pendapat konsultatif yang memutuskan bahwa keberadaan Israel yang berkelanjutan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki harus diakhiri secepat mungkin. Berdasarkan pendapat konsultatif ini, Majelis Umum PBB menuntut agar Israel mengakhiri keberadaannya yang melanggar hukum di wilayah Palestina yang diduduki paling lambat September 2025.
Laporan Albanese menyatakan putusan ICJ secara efektif mengkualifikasi pendudukan tersebut sebagai tindakan agresi. Sebagai akibatnya, segala bentuk transaksi yang mendukung atau mempertahankan pendudukan dan perangkat terkaitnya dapat dianggap sebagai keterlibatan dalam kejahatan internasional berdasarkan Statuta Roma.
”Negara-negara tidak boleh memberikan bantuan atau melakukan transaksi ekonomi atau perdagangan, dan harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah hubungan perdagangan atau investasi yang akan membantu mempertahankan situasi ilegal yang diciptakan oleh Israel di wilayah Palestina yang diduduki.”
(Indra Bonaparte)