Pekerja menyiapkan kue untuk dipanggang di pabrik toko kue kering Cahaya Baru Palembang, Sumsel, Senin (20/6). Pabrik kue ini mampu menghasilkan 300 kg aneka jenis kue kering yang dipasok ke sejumlah pasar dan pengecer untuk memenuhi permintaan yang meningkat pada Ramadan dan menjelang Idul Fitri. ANTARA FOTO/ Feny Selly/ama/16

Jakarta, Aktual.com – Demi kejar sektor perpajakan yang tiap tahun meleset dari target, pemerintah diminta genjot sektor industri yang masih rendah. Geliat industri secara langsung akan menyerap tenaga kerja yang tidak formal atau informal menjadi pekerja formal. Dengan begitu dampaknya akan meningkatkan penerimaan negara dari pajak.

Pendapat itu disampaikan pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri. Sambung dia, saat ini pekerja informal berjumlah 54 persen. Sementara pekerja di sektor industri cuma 13 persen.

“Idealnya bisa mencapai 25 persen,” ujar dia, di Jakarta, Sabtu (9/7).

Menurut Faisal, jika jumlah pekerja di sektor industri mencapai 25 persen maka akan banyak puluhan juta penduduk dari sektor informal yang berkurang. Sehingga efeknya tax base atau basis pajak itu akan bertambah, dan tentu saja akan berdampak ke penerimaan negara dari sektor pajak.

Selama ini, kata dia, sektor informal tidak terpotong pajak, seperti sektor pertanian. Makanya, jika pemerintah mau menaikkan penerimaan mestinya melalui cara yang efektif dengan menggenjot tax base. Bukan cara lain, termasuk dengan kebijakan tax amnesty.

“Karena kalau pekerja informal berkurang, dan beralih ke pekerja formal maka secara otomatis mereka bayar pajak, karena dipotong gajinya,” jelas dia.

Selain itu, ujar Faisal, pemerintah juga harus dapat meningkatkan pengolahan hasil pertanian. Dan yang mengolah hasil pertanian itu sektor industri. “Kalau ekonomi itu sehat, maka tax base pun akan naik,” ungkap Faisal.

Cuma sayangnya, selama ini sektor industri termasuk banyak mengalami gangguan dari pemerintah sendiri. Sehingga yang ada, beberapa perusahaan Indonesia malah bangun pabrik di luar negwri seperti di China. Tapi produknya dipasarkan ke Indonesia.

“Kalau begitu terus yang menikmati hanyalah pekerja asing. Sementara barang China itu bebas bea masuk,” ingat dia.

Kondisi ini yang tentu saja memprihatinkan. Padahal dulu, di zaman Soeharto, pertumbuhan sektor industri selalu dua kali lipat di atas Produk Domestik Bruto (PDB). Tapi saat ini selalu tumbuh di bawah PDB.

“Karena yang ada industri itu diganggu terus. Istilahnya, pemerintah ngasih makan saja belum, malah mau peras susunya, maka yang keluar darah. Makanya pemerintah jangan gelap mata dalam menggenjot pendapatan. Perkuat tax base-nya saja,” tandas Faisal.

Selama ini pemerintah terutama Kementerian Keuangan hanya mengeluh, adanya revenue lose atau opportunity lose. “Itu kan yang lose hanya dari kantong dia, tapi tidak memperluas tax base-nya. Kalau tax base tidak diperluas jadi masalah baru. Akan terus lose,” pungkas dia. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh: