Jakarta, Aktual.com – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani menyarankan pemerintah untuk memperbanyak kebijakan di sisi demand site untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Seperti (insentif) mobil dan properti, itu kan orang beli sampai Rp1 triliun berarti demand site lebih cocok. Mungkin kebijakan harus diarahkan ke sana, jadi pengusaha mau tidak mau mendapat order dari sana,” kata Aviliani dalam diskusi daring FMB9 di Jakarta, Senin (26/4).

Avi menuturkan simpanan masyarakat kelas menengah kebawah di bawah Rp100 juta justru meningkat di bank. Hal tersebut membuktikan masyarakat masih berjaga-jaga dan masih bingung untuk membelanjakan uangnya, terlebih dengan adanya larangan mudik.

Oleh karena itu, Avi menyarankan pemerintah untuk memaksimalkan potensi belanja masyarakat dengan memberikan insentif kepada tempat-tempat umum di mana masyarakat bisa mengeluarkan dana termasuk sektor pariwisata.

“Sekarang antusias masyarakat bukan hanya sandang, pangan, papan, tapi sandang pangan, wisata. Tetapi karena banyak lokasi yang ditutup jadi spending terhambat,” ujarnya.

Menurutnya, sektor pariwisata bisa membangkitkan 10 sektor lain di bawahnya. Insentif pun bisa diberikan kepada penerbangan dan penginapan, sehingga masyarakat bisa membelanjakan uangnya.

“Wisata itu bisa menghidupkan 10 sektor, saya rasa itu yang paling bisa mempercepat recovery ekonomi di daerah-daerah. Ada beberapa daerah yang telah menerapkan protokol kesehatan yang bagus, ekonominya tumbuh signifikan,” ungkapnya.

Adapun Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 menjadi 4,1 persen sampai 5,1 persen dari perkiraan sebelumnya 4,3 persen sampai 5,3 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan revisi proyeksi pertumbuhan ini didasarkan oleh konsumsi swasta yang masih terbatas hingga Maret 2021 sejalan dengan pembatasan mobilitas manusia dalam rangka upaya pemerintah mengakselerasi program vaksinasi.

Perry mengatakan sebenarnya konsumsi mengalami peningkatan yang terlihat dari berbagai indikator seperti ekspektasi konsumen dan penjualan ritel, namun kenaikan tersebyt masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

“Kita melihat pada triwulan I dan II meski terjadi vaksinasi, tentu ada pembatasan. Pembatasan mobilitas manusia itu menyebabkan kenapa tingkat kenaikan konsumsi swasta tidak setinggi yang diperkirakan,” kata Perry.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Warto'i