Jakarta, Aktual.com – Kemiskinan di Indonesia bisa terus bertambah banyak jika kebijakan pemerintah sendiri, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja tak melindungi para pekerja dalam negeri. Pasalnya, kondisi itu sudah terjadi dan pemerintah malah menciptakan membanjirnya pekerja asing.

“Katanya pemerintah mau menjaga daya beli masyarakat. Tapi faktanya, Menaker tidak berhasil memproteksi tenaga kerja domestik,” ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Bahlil Lahadalia, di Jakarta, ditulis Rabu (16/11).

Menurut dia, daya beli masyarakat akan tinggi jika ada kepastian pendapatan. Dan kepastian pendapatan bisa terjadi jika ada lapangan pekerjaan. Sehingga pada akhirnya akan mengurangi pengangguran.

“Tapi jika pemerintah tak becus menjaga itu, maka pengangguran akan semakin banyak dan akan menciptakan kemiskinan baru,” tandas Bahlil.

Padahal, kata dia, selama ini pemerintah mengundang investasi masuk agar semakin banyak tercipta lapangan pekerjaan baru dan menyerap tenaga kerja domestik.

Tapi selama ini, pemerintah hanya pandai berdalih dengan mengatakan boleh tenaga kerja asing masuk asal memenuhi persyaratan.

“Cuma apa yang terjadi? Saat ini, tenaga kerja asal China banyak ada di proyek-proyek di Banten, Kalimantan, dan Papua. Padahal mereka itu bukan pekerka yang ber-skill. Seperti bawa truk, gali tanah, dan sejenisnya. Ini sangat tak dibenarkan,” kecam pengusaha asal Papua ini.

Menurut Bahlil, dengan kondisi itu, membuat para pengusaha sendiri seperti dirinya merasa miris, karena banyak pekerja domestik teraniaya. Ketika ada kesempatan pekerjaan di depan mata, malah asing yang menguasai.

“Sehingga uang yang semula dibawa ke dalam negeri, malah kembali dibawa ke luar oleh merek. Jika pemerintah tak benahi ini, tahun depan akan semakin banyak dibanjiri pekerja asing. Dan di kuta akan semakin banyak kemiskinan,” tandasnya.

Apalagi, kata dia, ditambah kebijakan pemangkasan anggaran di paruh kedua 2016 ini. Sehingga dampaknya, banyak proyek-proyek infrastruktur yang terhambat.

“Kalau kata pemerintah efisiensi anggaran, padahal anggaran dipangkas. Maka banyak anggaran di proyek yang sudah teken kontrak jadi batal. Yang ada pengerjaannya jadi terhambat dan mengganggu serapan tenaga kerja,” jelasnya.

Bahkan, kata dia, kalau tak ada pemangkasan anggaran maka pertumbuhan ekonomi di kuartal III lalu bukan lagi 5,02%, tapi bisa lebih tinggi lagi.

Bahlil kembali menegaskan, sejauh ini pemerintah sendiri belum serius menciptakan hilirisasi industri. Padahal jika tak ada hilirisasi, jangan harap ada produk dalam negeri menjadi tuan di negeri sendiri.

“Karena jika hilirisasi tak berjalan maksimal, bagaimana ada penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih luas lagi? Yang ada kebijakan pemerintah belum berpihak terhadap kalangan dunia usaha,” cetus Bahlil.

(Laporan: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka