Jakarta, Aktual.com — Country Leader for General Electric (GE) Gas Power Systems Indonesia, George Arie W.Djohan menyampaikan adanya kebijakan kontradiktif pemerintah untuk mendorong pengembangan pembangunan pembangkit listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) atau renewable energi.

Di satu sisi pemerintah mendorong bauran energi mencapai 23 persen dari energi nasional berupa Energi Baru Terbarukan pada tahun 2025, dan meningkat menjadi 31 persen pada  2050.

Namun kenyataannya pemerintah juga tidak mengurangi penggunaan sumber energi dari bahan non renewable energi, hal ini bisa dilihat dari proyek pembangunan listrik 35 ribuMW, sebanyak 20 ribu MW akan menggunakan PLTU berbasis batubara.

Maka dari itu, George mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk mendorong EBT, menurutnya selama renewable berkompetisi dengan pembangkit batubara maka renewable tidak akan berkembang lantaran harga listrik yang dihasilkan dari renewable tidak cukup kompetitif atau lebih mahal.

“Kalau pemerintah serius untuk memperbanyak pembangkit renewable, harusnya semua regulasi atau sistem tarifnya harus dibenahi. Kemudian juga harus ada pemahaman dari PLN untuk support program electric city, karena kita lihat PLN selalu pengen beli listrik lebih murah padahal kita tahu sendiri renewable tidak mungkin murah, renewable kan ramah lingkungan, gak mungkin udah ramah lingkungan murah juga,” katanya di Hotel Mulia Jakarta, Kamis (12/5).

Lebih lanjut menurutnya pemerintah sebenarnya tidak cermat dengan tidak menghitung dampak negatif yang ditimbulkan akibat pengunaan jenis energi polutif seperti batu bara, jika pemerintah cermat maka akan diketahui resikonya jauh lebih mahal.

“Pengunaan listrik non renewable energi dari dampaknya banyak masyrakat yang mengalami kerugian baik langsung maupun tidak langsung akaibat pencemaran, mulai dari terserang penyakit hingga mengganggu pertanian dan ekosistem lainnya, biaya itukan tidak diperhitungkan pemerintah, tentu itu menjadi beban juga secara negara. listrik yang renewable agak sedikit mahal tapi kalau dievaluasi secara makro ternyata wajar,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan