Jakarta, Aktual.com – Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI, Mara Oloan Siregar setuju masukan DPRD DKI untuk judicial review Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 tentang rumah susun.

Menurutnya uji materiil UU Nomor 20 memang perlu dilakukan sebagai untuk daerah yang banyak memiliki konsep pembangunan.

Saat ditanya kapan kiranya Pemprov DKI merealisasikan saran dewan, Mara menjawab segera. “Ya kita percepat, kalau memang itu kewenangan pusat ya kita ajukan ke pusat,” ujar Mara, usai rapat dengan Komisi D DPRD DKI, Kamis (2/7).

Perubahan UU tersebut diyakininya tidak akan mengganggu pembangunan di DKI. “Pembangunan berjalan terus,” ujar dia.

Diberita sebelumnya, Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohammad Sanusi menyarankan Pemprov DKI ajukan judicial review terhadap UU rumah susun.

Menurutnya, langkah tersebut perlu dilakukan agar Pemprov DKI tidak dianggap menipu oleh pengembang. Sebab UU tersebut tidak pernah mengatur tentang pembangunan non hunian atau bangunan kantor.

Sedangkan di Peraturan Daerah (Perda) DKI Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi tentang areal komersial, disebut Pemprov DKI bebas membangun mal, perhotelan dan perkantoran.

Alhasil, ketika di suatu wilayah diperbolehkan membangun perkantoran, mayoritas pengembang pun mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ke Dinas Penataan Kota.

Namun di proses selanjutnya, yakni saat pengembang mengajukan pertelaan untuk mendapat sertifikat, gubernur tidak bisa tandatangan. Sebabnya, itu tadi, UU Nomor 20 tidak pernah mengatur tentang non hunian atau pembangunan perkantoran.

“Pertelaan itu yang bikin gubernur. Pertelaan keluar baru boleh buat sertifikat, urutannya begitu. Tapi pada saat mau membuat pertelaan pasti tidak bisa ditandatangani gubernur,” kata Sanusi saat rapat Komisi D bersama eksekutif membahas UU tentang rumah susun di DPRD DKI, Kamis (2/7).

Hal itulah yang menurut Sanusi bakal menimbulkan masalah apabila terus didiamkan. Sebab Pemprov DKI bisa dianggap melakukan penipuan.

Sebab pengembang sudah membangun dan membayar kewajibannya, tapi harus temui masalah ketika dijual ke masyarakat.

“Nanti pengembang akan digugat oleh pembeli dan pengembang akan menggugat Pemprov DKI,” ujar dia.

Sementara, ujar Sanusi, Pemprov DKI diketahui selalu membuat kawasan super blok, seperti apartemen, kantor, hotel, mal dengan dalih mengurai kemacetan.

Artikel ini ditulis oleh: