Yogyakarta, Aktual.com – Tenggat waktu penjaringan nama bakal calon walikota melalui mekanisme perseorangan yang digagas gerakan JOINT2017 pada Rabu (30/3) kemarin telah resmi dinyatakan ditutup.

Hasilnya, terjaring 15 kandidat yang kemudian akan kembali disaring demi mendapatkan satu pasangan calon yang akan dipertarungkan dalam perebutan kursi walikota Yogyakarta periode 2017-2022.

JOINT menganggap, ke-15 nama tersebut adalah representasi dari berbagai unsur masyarakat kota Yogyakarta seperti karyawan swasta, pegawai negeri sipil, akademisi, budayawan, pelaku usaha, dan lain-lain. Selengkapnya, 15 kandidat tersebut adalah:

1. Adrie Primera Nuary : Karyawan Swasta
2. Akhyari Hananta : NGO
3. Arbak Yhoga Widodo : Pegawai Negeri Sipil
4. Dani Eko Wiyono : Seniman
5. Emmy Yuniarti Rusadi : Peneliti/Akademisi
6. Esha Satya Syamjaya : Wiraswasta
7. Fitri Paulina Andriani : PNS Inspektorat Kota Jogja
8. Garin Nugroho Riyanto : Sineas Perfilman nasional
9. Martha Haenry Agt : Pengusaha
10. Hambar Riyadi : Direktur Anak Wayang Indonesia
11. Lusy Laksita : Penyiar, Trainer
12. Rommy Heryanto : Konsultan, Pendamping UMKM
13. Siti Ruhaini Dzuhayatin : Wakil Rektor 3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
14. Titok Hariyanto : Peneliti, Mantan KPUD
15. Transtoto Handadhari : Mantan Direktur Perhutani

“Kita sudah memilih 15 kandidat yang akan mengikuti proses konvensi tanggal 7 hingga 14 April besok. Tapi sebelumnya kita akan lakukan uji publik terkait visi misi mereka” Terang Greg Wuryanto, Fasilitator Joint dalam technical meeting yang diadakan di Sekretariat Joint, Jumat (1/4).

Greg menegaskan, penilaian para kandidat akan difokuskan pada masalah-masalah yang menjadi perhatian antara lain tata kota dan infrastruktur wilayah, agama, seni dan politik seni, budgeting, perekonomian dan bisnis, perempuan, kesehatan, hubungan luar negeri, korupsi serta birokrasi.

Terkait tata kota dan infrastruktur wilayah, yang dalam beberapa waktu terakhir terus memicu konflik antar pelaku bisnis perhotelan dengan warga sekitar, bakal calon walikota diwajibkan memiliki pemahaman yang benar dan mendalam perihal seperti apa seharusnya rencana tata ruang dan wilayah kota Yogyakarta kedepan, para kandidat diharapkan memberi perhatian lebih untuk hal ini saat terpilih kelak.

Unsur masyarakat pembentuk JOINT berkomitmen dalam bentuk deklarasi agar para bakal calon independen tersebut ‘tidak main mata’ saat kelak terpilih, JOINT memfungsikan diri sebagai pengawas para bakal calon agar tidak melakukan politik yang transaksional.

Saat disinggung mengenai sumber dana yang digunakan JOINT, Greg mengaku bahwa hingga saat ini donasi yang terkumpul merupakan dana ‘saweran’ yang diperoleh dari berbagai pihak secara sukarela, dimana sampai akhir bulan Maret 2016 terkumpul sebesar Rp. 10,5 juta. Transparansi anggaran operasional JOINT juga akan secara aktif dan lengkap disajikan ke publik melalui setiap media publikasi yang ada seperti media sosial.

“Mekanisme donasi untuk kampanye baik yang berasal dari pribadi maupun korporasi harus melalui kami (JOINT), kami tidak mengizinkan para bakal calon menerima ‘bantuan’ secara langsung dari pihak penyokong” Tambah Greg.

Berbeda dengan pola calon independen di daerah lain yang bersifat ‘top-down’, gerakan JOINT2017 ini berawal dari inisiatif masyarakat yang ada dibawah, dibentuknya JOINT merupakan keinginan masyarakat kota Yogyakarta yang ingin secara mandiri menentukan kriteria calon pemimpin daerah.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Nelson Nafis