Jakarta, Aktual.com — Kasus pembakaran hutan yang menyebabkan asap menyelimuti hampir seluruh kawasan Kalimantan dan Sumatera diduga kuat dilakukan oleh perusahaan atau korporasi yang bergerak di bidang perkebunan.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Yazid Fanani mengatakan, sanksi administratif korporasi yang terlibat pembakaran hutan dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan.

“Sanksi administratif berupa cabut izin dan lainnya baru bisa dilakukan setelah dibuktikan di pengadilan,” ujar Yazid di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/9).

Meski demikian, kepolisian tidak menganggap kondisi itu sebagai kelemahan penegakan hukum. Menurut Yazid, dengan adanya sanksi selain pidana menunggu keputusan pengadilan, maka penegakan hukum dianggap tidak tepat sasaran.

Sehingga, lanjut dia, proses hukum di Kepolisian sangat menentukan peluang ditetapkannya sanksi administratif bagi korporasi yang terlibat pembakaran hutan tersebut.

“Kita kurang merapatkan barisan. Sekarang ini Kepolisian berkomitmen mengusut pelaku pembakaran hutan tak parsial, tapi multidoor. Penindakan hukumnya Polisi, gugatan perdata dan sanksi administrasi pasti dilakukan kementerian terkait,” ungkap Yazid.

Diketahui, Polri tengah menangani 131 perkara kebakaran hutan. 28 perkara masih di tingkat penyelidikan, 79 perkara sudah naik ke tingkat penyidikan dan 24 perkara sudah dinyatakan rampung alias P21 oleh pihak kejaksaan. Total, ada 126 tersangka dari 131 perkara itu. Polri menduga ada puluhan korporasi yang terlibat.

Dari 126 tersangka, baru tiga perkara yang jelas tersangkanya adalah korporasi, yakni yang ditangani Bareskrim di wilayah Sumatera Selatan. Tiga korporasi itu yakni PT BMH (Bumi Mekar Hijau), PT TPR (Tempirai Palm Resource) dan PT WAI (Waimusi Agro Indah). Adapun, perkara sisanya adalah tersangka perseorangan.

Atas tindakannya, ketiga perusahaan tersebut diancam Pasal 99 ayat (1) juncto Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman maksimal tiga tahun penjara dan denda RP 1 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby