Bandung, Aktual.com — Kota Bandung harus “berlari kencang” untuk mengejar dan melengkapi kekurangan kriteria Kota Cerdas (Smart City), kata peneliti Smart City Products & Innovations Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB, Dini Ardila, Senin (31/8).

“Dari hasil penelitian kami tahun 2015 di 93 kota di Indonesia, Bandung masih jauh bila ingin disebut ‘Smart City’, yang paling mendekati itu Surabaya,” kata Dini Ardila.

Ia menjelaskan, bahwa Smart City adalah derajat pengukuran tingkat kematangan suatu kota yang fokusnya melihat seberapa besar pemanfaatan teknologi informasi berdampak pada efektivitas kinerja pemerintahan dan keterhubungan antar aktor (stakeholders).

Tahapan suatu kota menuju Smart City, kata Dini, dimulai dari ad-hoc, yakni kota belum menunjukan inisiatif menuju Smart City. Kemudian ‘initiative’ yang mana kota sudah mulai menunjukan inisiatif untuk berkembang.

Tahapan ketiga ketiga adalah scattered, yakni kota mulai intensif menerapkan konsep Smart City dan integrative dimana sistem Smart City yang diterapkan mulai terintegrasi serta finalnya adalah kategori Smart.

“Dari parameter yang kita bentuk, Garuda Smart City Maturity Model, hasilnya kota-kota di Indonesia rata-rata masih berada pada tahap scattered, yakni sudah memiliki rencana dan keinginan menuju Smart City tetapi sistem kerja antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan masyarakat masih terpisah-pisah, belum terintegrasi,” katanya.

Menurutnya, kota-kota tersebut antara lain Sleman, Banyuwangi,Bandung, Banda Aceh dan Balikpapan dan memerlukan waktu hingga lima tahun untuk mencapai level selanjutnya yakni ‘integrative’.

“Harus menyamakan visi dulu , masing-masing SKPD dan masyarakat harus sama-sama paham konsep ‘Smart City’ itu seperti apa, bagaimana cara mengkondisikannya, apa saja yang dibutuhkan masyarakat, baru dari level itu bisa diintegrasikan,” kata dia.

Ia mencontohkan, kerja SKPD yang terintegrasi adalah terjalinnya kerjasama yang solid untuk mengentaskan suatu permasalahan dengan tuntas dan menyeluruh.

“Bila terjadi kebakaran, misalnya, yang turun tidak hanya pemadam kebakaran, tapi juga dinas pertamanan untuk membantu suplai air, dinas sosial untuk melihat siapa saja korban yang terkena dampak dan apa yang mereka butuhkan, dan seterusnya,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini pembenahan infrastruktur Kota Bandung masih belum dikelola secara maksimal. Meski demikian semangat Kota Bandung cukup besar dan sangat potensial untuk mengejar target kota pintar.

“Bandung memiliki platform yang bagus, memiliki sistem operasi yang bagus, tapi apakah sudah bisa dirasakan masyarakat secara umum? itu harus teraplikasikan,” kata dia.

‘Platform’ dan sistem operasi yang dimaksud merujuk pada teknologi yang dipakai Bandung Command Center.

Masalah lainnya, ia mengatakan, berdasarkan hasil penelitian manajemen untuk taman yang ia kerjakan, mayoritas taman di Kota Bandung memiliki konsep yang baik tetapi belum dirawat dan dikelola secara sustainable alias berkelanjutan.

“Saran saya, yang terpenting masing-masing SKPD harus dapat meredam ego untuk mau bekerjasama demi kepentingan masyarakat. Begitu pula warganya,” katanya.

Meski demikian, Dini berpendapat, pelayanan para pemangku kebijakan kepada masyarakat secara umum dinilai sudah cukup baik.

Artikel ini ditulis oleh: