Jakarta, Aktual.com – Peneliti Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, menyatakan pemerintah dan DPR tidak perlu ribut mempermasalahkan kasus pencatutan nama presiden terkait perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia.

Marwan justru menegaskan agar semua pihak, baik pemerintah, DPR dan rakyat, fokus memenangkan renegosiasi Freeport.

“Yang penting jadi fokus kita bagaimana memenangkan renegosiasi dengan Freeport,” kata Marwan dalam diskusi ‘Dramaturgi Freeport’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12).

Selain itu, kata Marwan, tradisi upaya untuk mendapat rente dari hasil Freeport, juga harus diputus, karena ini merupakan tradisi buruk.

“Jika ada oknum yang memang melanjutkan tradisi masa lalu untuk dapat rente, harus diputus. Jangan sampai kita memutus soal tradisi jelek, tapi kita juga menerima yang ada di MoU seperti Smelter nggak di dibangun di Papua, dan lain-lain. Ini juga sama aja tradisi masa lalu,” ujarnya.

Menurutnya, negara tengah terpojok waktu yang dianggap PTFI bahwa perpanjangan tinggal enam tahun lagi. “Padahal, waktu enam tahun bisa dimanfaatkan pemerintah untuk membuat rancangan soal kelanjutan kontrak Freeport,” katanya.

Ia menilai, skenario ini sengaja digulirkan PTFI untuk menekan Indonesia agar mau memperpanjang kontraknya serta sengaja untuk membangkang.

“Mereka sengaja menekan kita membuat kita terpojok sehingga seperti tinggal enam tahun. Kalau kita maksa renegosiasi kontrak, maka melanggar Sanctity of Contract. Kedua muncul dubes, setelah enam bulan kalau renegosisi dilakukan maka investor lari. Nah dua ini nunjukkan mereka ingin membangkang proses renegosiasi kontrak,” jelasnya

Namun, Marwan menganggap masalah yang membelit Ketua DPR Setya Novanto, Pengusaha minyak M. Riza Chalid dan Presdir PTFI Maroef Sjamsuddin dalam upaya mendapat rente perlu di tuntaskan. Kemudian, menjadi pembelajaran untuk menghadapi masalah besar dari Freeport. Pasalnya, polemik perpanjangan kontrak ini juga melibatkan Menteri ESDM Sudirman Said, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan dan Presiden Joko Widodo.

Untuk itu, lanjut Marwan, ada hal-hal penting yang harus diperjuangkan. Pertama pajak harus dioptimalkan. Kedua, rolyati. Ketiga, retribusui. Keempat, deviden. Kelima, mendapat keuntungan lebih.

“Kita harus memilah milah. Ada kepentingan Freeport dan kita juga. Apalagi sekarang ekonomi lagi turun. Kita pilih mana nih? Kita siap menderita untuk mempertahankan harga diri, ya jangan perpanjang. Penderitaan nggak parah lah, kita minta pemerintah untuk hemat supaya kita juga hemat,” jelasnya.

“Tapi bicara dengan Freeport harus tegas, karena sejak dulu mereka memang gunakan kekuasaan. Makanya mereka gunakan rente untuk para pengusasa di sini, yang salah pejabat kita juga ikut tradisi mereka, yang disana memang gunakan rente,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: