Surabaya, Aktual.com — Sebanyak 24 santri dan alumni Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, meluncurkan buku antolongi puisi berjudul ‘Wasiat Debu’.

“Di antara penulis puisi dalam buku ini adalah Pengasuh Pondok Pesantren Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy. Awalnya yang menyetorkan puisi ratusan santri dan alumni dan setelah diseleksi tinggal 42 puisi dari 24 penulis,” kata koordinator tim penerbitan sastra di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Zainul Walid, kepada wartawan di Situbondo, Kamis (12/11).

Ia menjelaskan bahwa penerbitan buku puisi itu digagas oleh KHR Ahmad Azaim yang selama ini juga aktif menulis puisi dan sejumlah artikel serta buku. Penerbitan itu bertujuan untuk menghimpun pengalaman para santri dan Alumni selama di Pesantren.

“Jadi ini berisi sejarah pesantren dari para santri dan alumni dalam bentuk puisi. Dari 24 penulis ini ada alumni yang kini tinggal di Rusia. Buku ini adalah rekaman sejarah yang dirasakan santri, baik dalam kaitan dengan guru, suasana spiritual di pesantren maupun di lingkungan pesantren,” ujarnya.

Pengajar yang juga dikenal sebagai penyair ini menjelaskan makna dari judul antologi tersebut. Wasiat berarti pusaka, yakni pesantren dan ajaran di dalamnya yang harus selalu dipelihara sebagai pusaka, di manapun para santri dan Alumni berkiprah.

“Mungkin setelah keluar dari pondok ada Alumni yang meninggalkan tradisi Pesantren, kami ajak kembali ke aura dan kebiasaan Pesantren. Bukan hanya untuk para penulis puisi, tapi untuk semua Alumni dan umat,” kata lelaki asal Sumenep, Madura, ini.

Sementara debu, kata Zainul Walid, adalah alat penyuci yang istimewa dalam Islam. Kalau tidak ada air, maka gantinya bersuci adalah debu. Demikian juga kalau kita terkena najis besar, maka penyucinya adalah air dicampur debu.

“Mungkin selama ini kita melakukan ‘najis besar’ kepada Pesantren, maka kami ajak untuk bersuci kembali. Misalnya karena keadaan, kita ‘cangkolang’ (tidak sopan) kepada guru, maka kita ingatkan kembali mengenai adab dalam berguru. Demikian juga dengan najis-najis lainnya, misalnya karena politik atau karena lainnya,” katanya.

Ia menjelaskan, buku puisi ini akan diluncurkan pada Jumat (13/11) malam bersamaan dengan seminar tentang sastra Pesantren yang menghadirkan pembicara sastrawan asal Madura D Zawawi Imron dan sastrawan dari Yogyakarya Ulfatin CH.

“Kami memang sengaja menghadirkan dua pembicara yang berbeda kutub. Pak Zawawi yang dikenal sebagai ‘Si Celurit Emas’ akan membahas dari sisi pesantren, sedangkan Ibu Ulfatin dari sisi nonpesantren,” katanya.

Pada acara itu juga akan diisi dengan pembacaan puisi oleh para penulis, termasuk Kiai Azaim yang merupakan cucu dari ulama kharismatik pendiri dan pengasuh Pesantren Sukorejo, almarhum KHR As’ad Syamsul Arifin.

Artikel ini ditulis oleh: