Jakarta, Aktual.co — Konflik di tubuh PPP memasuki babak baru. Keputusan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly yang mengesahkan legalitas kepengurusan hasil Muktamar yang digelar Romahurmuziy di Surabaya beberapa waktu lalu sontak membuyarkan upaya Islah yang tengah dipersiapkan.
Demikian disampaikan Karyono Wibowo Peneliti Senior Indonesia Public Institute, dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (29/10)
“Sebagaimana diketahui, upaya islah sudah dilakukan dengan susah payah. Bahkan sudah ada keputusan Mahkamah Partai untuk menyelenggarakan Muktamar pada 30 Oktober mendatang,” ujarnya.
Namun, lanjut Karyono, upaya islah yang dimotori oleh KH. Maemoen Zubair itu dibuyarkan oleh pemerintah melalui keputusan menteri hukum dan HAM nomor: M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan DPP PPP.
“Poin penting dari Keputusan Menteri tersebut adalah untuk melegalkan Muktamar ke VIII yang digelar kubu Romahurmuziy,” sergahnya. (baca: Terkait kisruh PPP, Jokowi Lain Dimulut Lain Dihati)
Keputusan menteri tersebut telah melanggar aturan partai dalam hal ini bertentangan dengan keputusan Mahkamah Partai yang di atur dalam AD/ART PPP.
“Menteri Hukum dan HAM juga bisa dinilai sebagai pemecah belah persatuan karena menghalangi upaya Islah,” jelasnya.
Menurut dia, sebaiknya Menteri Hukum dan HAM tidak perlu mengeluarkan surat keputusan sebelum digelar Muktamar Islah pada 30 Oktober mendatang.
“Pemerintahan Jokowi-JK semestinya mendorong upaya Islah untuk memelihara persatuan. Bukan malah membuat langkah blunder,” papar Karyono.
Padahal, menurut kabar diterimanya, ada keinginan kuat dari Mbah Moen untuk merapat ke Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati.
“Beliau (Mbah Moen) ingin mendukung pemerintahan Jokowi – JK tapi melalui Ibu Megawati, tidak ingin melalui orang lain (Romi),” demikian Karyono.
Artikel ini ditulis oleh: