Jakarta, Aktual.co —Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga menilai, terdapat beberapa kesalahan pada pusat perbelanjaan modern atau mall yang ada di Jakarta. Pertama, ia menilai bahwa mall di Jakarta tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ia mengatakan, jumlah mall di Jakarta yang mencapai 170-an itu sudah melebihi kebutuhan masyarakat.
“Jumlah mall di Jakarta sudah melebihi kebutuhan. Sebenarnya kan kalau di mall itu biasanya ramainya hanya di hari libur seperti Sabtu atau Minggu, tetapi di hari biasa cenderung sepi pengunjung,” ujar Nirwono ketika dihubungi, Sabtu (25/10).
Kedua, ia mengatakan bahwa penempatan lokasi mall tidak dilakukan secara matang sehingga menimbulkan masalah kemacetan. Ketiga, belum dilakukan audit terhadap mall di Jakarta untuk melakukan pengkajian ulang mengenai kesesuaian tata ruang mall dengan peruntukannya, termasuk mengenai zonasi/jarak, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Nirwono mengatakan, sebelum melakukan pembangunan, pengelola mall seharusnya sudah melakukan pengkajian terhadap AMDAL sebagai guna untuk mengurai kemacetan jika mall tersebut sudah beroperasi seperti mengkaji mengenai lahan parkir sehingga tidak ada pengunjung yang memarkir kendaraan di badan jalan dan akses keluar masuk mall agar tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan lain.
“Tindakan apa yang perlu dilakukan pengelola mall untuk mengurai kemacetan itu seperti menyediakan lahan parkir yang cukup sehingga tidak ada pengunjung yang memarkir kendaraan di badan jalan, kemudian akses keluar masuk mall agar tidak ganggu arus lalu lintas kendaraan lain. Selain itu pengaturan jarak karena bagaimana mungkin mall saling berhadapan. Padahal aturan untuk jarak adalah 5 km?” ujarnya.
Nirwono juga mengatakan, belum ada tindakan tegas dari pihak Pemprov DKI untuk melakukan pengawasan dan pengendalian secara ketat. Untuk mall yang terbukti dalam pengoperasiannya ternyata tidak mendukung lingkungan sekitar harus ditindaklanjuti.
“Contohnya di Pejaten Village, Plaza Semanggi dalam akses keluar masuk mall, kemudian mall yang letaknya berdekatan seperti di Senayan dan Kuningan itu harus ditindak. Seperti di Bogor, Giant Ekstra yang belum lama beroperasi langsung ditutup oleh Wali Kota karena belum ada AMDAL. Mereka berani tutup itu. Kalau di Jakarta, beum ada tindakan tegas dari pemerintah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian,” ujarnya.
Nirwono juga membuka kemungkinan bahwa terdapat permainan antara pihak Pemprov DKI dengan pengelola mall dalam soal perizinan ataupun pengoperasiannya karena banyak ditemukannya pelanggaran dari pihak pengelola mall yang tak urung diproses oleh pihak Pemprov DKI. Namun, selebihnya ia mengharapkan pihak Pemprov dapat secara tegas untuk melakukan penegakkan peraturan dan pengawasan serta penindaklanjutan mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh mall-mall di Jakarta dalam hal AMDAL, IMB atau masalah zonasi.
“Ya bisa saja hal itu terjadi karena pelanggaran bisa kita lihat tapi belum ada tindak lanjut. Oleh karena itu, Pemprov DKI harus evaluasi kembali sudah ketat atau tidak peraturannya? kalau masih ada kekurangan untuk membangun mall ya jangan diizinkan dulu, kalau ada pelanggaran ya harus ditindak,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid