Untuk itu, kata dia, pihak BPKH dalam melakukan investasi itu harus ke sektor yang memenuhi syarat, pertama, dari sisi risiko dapat dikelola (managable), dan kedua, dari sisi memberikan return atau imbal hasil yang baik.

“Walaupun memang yang namanya investasi itu ada peluang terjadinya kerugian, tapi kalau harus di infrastruktur, itu high risk (risiko tinggi). Apalagi kalu dana semunya sekitar Rp80 triliun diinvestasikan di infrastruktur itu sangat tidak tepat,” cetus dia.

Mestinya, dari aspek syariah, dana-dana yang digunakan sebagai pembiayaan infrastruktur itu cukup menggunakan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Menurut dia, sekalipun penggunaan dana haji itu dijamin pemerintah, tetap tak bagus juga. “Karena pasti akan berdampak negatif sekalipun negara akan mengganti dan menjamin dananya tak akan hilang, tetap itu menjadi preseden yang buruk, jika infrastrukturnya itu gagal,” ingat dia.

Dia memberi contoh, di Malaysia saja yang pengelolaan dana hajinya sudah maju tak menempatkan dana itu di infrstruktur. Mereka justru lebih banyak menaruh dana itu di perkebunan sawit, bahkan lahan-lahannya itu ada di Indonesia.

“Jadi, yang perlu diingat, segala keinginan Presiden itu tak mesti sepenuhnya langsung dilakukan tanpa pengkajian terlebih dahulu. Yg pasti harus dipilih (portofolio investasi) dengan hati-hati,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka