“Pada akhirnya, konsumen dan unit usaha UMKM yang menggunakan gula sebagai bahan produksinya akan menanggung kerugian,” tandasnya.

Banyak kalangan juga mengkritisi, dengan usia mesin lebih dari 100 tahun, akan muskil mungkin pabrik gula BUMN bisa menghasilkan gula berkualitas sesuai kebutujan oleh industri mamin. Bahkan, untuk konsumsipun “dipertanyakan” atau perlu dicek kembali dampak pada kesehatan manusia

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan mengamini, beberapa industri memang membutuhkan impor gula sebagai bahan baku untuk produksinya. Contohnya industri makanan dan minuman (mamin) yang memerlukan gula dengan ICUMSA rendah serta industri kesehatan yang membutuhkan gula khusus.

Khusus untuk industri mamin, ia mengakui, keperluan memakai gula impor lebih dikarenakan harganya yang lebih terjangkau. Di samping itu, gula impor yang memiliki tingkat ICUMSA di kisaran 45 membuat tampilan makanan dan minuman jauh lebih baik.

“Kalau ICUMSA gula rafinasi impor itu sekitar 45. Kalau gula lokal setelah diolah itu masih sekitar 300 ICUMSA. Raw sugar malah ICUMSA-nya bisa sampai 1.200,” jelasnya kepada wartawan, Senin (21/1).

Dalam undang-undang pun, penggunaan gula impor untuk industri mamin telah diamanatkan. Hal inilah yang membuat penggunaan gula impor untuk makanan maupun minuman sah-sah saja.

Hanya saja bukan berarti gula lokal tidak mampu menghasilkan makanan maupun minuman yang kualitasnya setara dengan produk yang memakai gula impor. Penggunaan gula impor tetap kepada pertimbangan harga dan tingkat ICUMSA yang lebih rendah.

Artikel ini ditulis oleh: