Jakarta, Aktual.co — Penunjukan Andrinof Chaniago sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Kabinet Kerja 2014-2019 dinilai melanggar tradisi politik nasional.
Dalam dialog politik yang diselenggarakan salah satu stasiun radio di Medan, Senin (27/10), pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, selama ini jabatan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selalu diberikan untuk kalangan ekonom dan teknokrat.
Namun dalam pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, posisi strategis tersebut justru diberikan kepada orang yang bergerak dalam ilmu politik atau akademisi yang mengajarkan ilmu politik.
Karena itu, tidak mengherankan jika kepercayaan yang diberikan kepada Andrinof Chaniago yang berprofesi sebagai pengajar pada Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia (UI) itu dianggap sebagai di luar kelaziman.
“Penunjukan Andrinof Chaniago itu menabrak suatu tradisi,” katanya.
Meski ada yang melanggar tradisi, Taufan Damanik menilai proses pengajuan nama calon menteri tersebut cukup menarik meski menimbulkan pro dan kontra.
Salah satu kebijakan yang menarik dan perlu mendapatkan apresiasi adalah pengajuan nama ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menilai kredibilitas calon.
“Meski mendapatkan berbagai tanggapan tetapi itu ide yang menarik,” katanya.
Menurut catatan, Andrinof Chaniago yang merupakan putera Sumatera Barat dan lahir pada 3 November 1962 merupakan pengajar pada Departemen Ilmu Politik FISIP UI.
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik dari Fakultas Ekonomi UI tersebut dipercaya untuk menggantikan Armida Alisjahbana sebagai Kepala Bappenas/Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.

Artikel ini ditulis oleh: