Jayapura, Aktual.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan penyelesaian kasus pidana anak usia di bawah 12 tahun, dapat menggunakan kearifan lokal.

Staf Kementerian PPPA Erna Sofwan Sjaktrie, mengatakan ada yang disebut “recources justice” di mana untuk penyelesaian kasus pidana pada anak di bawah umur bisa menggunakan kearifan lokal, yaitu memberlakukan hukum adat.

“Selain itu tidak perlu diganti rugi, tetapi misalnya bersedia menyekolahkan atau umpamanya minta waktu ganti rugi secara adat jika ada anak yang melakukan pidana kepada anak lainnya,” katanya.

Erna menjelaskan akhir-akhir ini banyak terjadi kejahatan seksual dari anak yang melakukannya terhadap anak, sehingga dalam penanganannya bisa menggunakan “resources justice” ini.

“Seperti kasus pemerkosaan di Kabupaten Keerom yang dilakukan bocah 11 tahun kepada bocah enam tahun, di mana polisi tidak dapat melakukan proses hukum karena anak masih di bawah umur,” ujarnya di Jayapura, Minggu (1/11).

Dia menuturkan dalam kasus pidana tersebut, keluarga korban bersikeras bahwa pelaku harus diproses hukum sesuai perbuatannya dan harus dipenjarakan.

“Dalam kasus ini harus digunakan pendekatan restorifektif yaitu jika dalam sebuah kasus kriminal yang mana pelakunya adalah seorang anak berusia 12 tahun ke bawah, maka dia tidak dapat dipidana, melainkan akan diserahkan kepada orang tuanya,” katanya lagi.

Dia menambahkan namun sang anak tidak serta merta diserahkan begitu saja kepada orang tuanya melainkan harus dididik atau direhabilitasi untuk tidak melakukan perbuatan kriminal lagi.

“Hal ini sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, seorang anak yang usianya di bawah 12 tahun yang melakukan tindak pidana tidak dapat dipidana, melainkan sang anak akan dikembalikan kepada keluarganya,” ujarnya lagi.

Artikel ini ditulis oleh: