“Saya baru saja berbicara dengan Presiden Xi Jinping mengenai aksi provokasi dari Korea Utara. Sanksi tambahan akan diberlakukan hari ini terhadap mereka,” tulis Trump di akun Twitternya.

Periode pemerintahan Amerika Serikat sebelum Trump terbukti gagal menghentikan langkah Korea Utara dalam mengembangkan persenjataan nuklir dan rudal. Demikian pula dengan Trump, yang sudah mengancam akan “meluluhlantakkan” Pyongyang untuk melindungi diri dan sekutunya.

Korea Utara, yang sempat menguji coba bom nuklir terbesar pada September lalu, sudah melakukan tes rudal kendali sebanyak puluhan kali pada masa kepemimpinan Kim Jong Un.

Pyongyang beralasan pengembangan persenjataan itu merupakan keharusan untuk mempertahankan diri melawan rencana invasi Amerika Serikat yang saat ini menempatkan 28.500 tentara di Korea Selatan.

Pada Rabu, kantor berita Korea Utara menulis bahwa rudal kendali antar benua yang diujicobakan pada hari yang sama merupakan “terobosan” teknologi besar, karena mempunyai hulu ledak yang mampu menahan tekanan saat berada dalam fase kembali ke atmosfer.

Kim memimpin langsung uji coba tersebut. Pyongyang mengklaim bahwa mereka “sudah mencapai prestasi bersejarah dengan menjadi negara berkekuatan nuklir.” Sementara itu Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, meminta Korea Utara untuk berhenti menggelar tes persenjataan. Namun dia juga mendesak Amerika Serikat dan Korea Selatan untuk membatalkan rencana latihan militer bersama pada Desember mendatang karena bisa “memperkeruh situasi yang sudah buruk.” Korea Utara sendiri mengatakan bahwa rudal mereka sempat mencapai ketinggian 4.475 km, atau 10 kali lipat lebih tinggi dibanding Stasiun Luar Angkasa Internasional, dan terbang sejauh 950 km selama 53 menit.

Rudal terbaru tersebut terbang lebih tinggi dan lebih lama dibanding rudal-rudal yang pernah diuji coba oleh Korea Utara.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby