Bandung, Aktual.com — Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang merupakan kebijakan dari lembaga keuangan sentral negara itu terkait penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi, baik tunai maupun non-tunai di dalam negeri, diharapkan tidak mengganggu rangkaian ibadah Haji.

“Harapan kami dengan kebijakan ini tidak akan mengganggu pelaksanaan ibadah haji dan umrah mulai dari registrasi sampai bisa membayar fasilitas yang akan dibayar di Arab Saudi,” kata Deputi Direktur Departemen Pengeluaran Uang BI, Hernowo Koentoadji dalam diskusi bertema ‘Gunakan Rupiah Jaga Kedaulatan NKRI’ di Bandung, Sabtu (19/9).

PBI yang dimaksud oleh Harnowo tersebut adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kebijakan tersebut mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009.

“Tugas BI dalam Undang-Undang itu adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, berwenang melakukan pengendalian moneter dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. BI juga berwenang menetapkan penggunaan alat pembayaran dengan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,” katanya.

Dalam UU Mata Uang, diamanatkan kewajiban penggunaan rupiah dalam setiap transaksi yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Dengan itu diharuskan semua transaksi tunai atau non-tunai menggunakan rupiah, termasuk haji. Namun PBI ini kita berlakukan soft landing artinya ada kompensasi tersendiri, tidak ketat untuk harus dilakukan kala itu juga karena ada pertimbangan kontrak yang sudah disepakati harus dilaksanakan,” katanya.

Sementara itu, Asisten Direktur Departemen Komunikasi BI Arditia Dinar mengatakan dengan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri juga diharapkan membuat perekonomian bisa stabil.

“Harapan kita semuanya kan seperti itu, tapi ada kekhawatiran dunia usaha pemberangkatan haji jika menggunakan rupiah karena dinilai fluktuatif, namun saya ingatkan, faktor rupiah adalah banyak faktor eksternal diantaranya devaluasi oleh Tiongkok,” kata Dinar.

Dari informasi dan data yang dihimpun pewarta,  selama ini transaksi dari jemaah calon Haji maupun umrah ketika menyetor iuran ke lembaga perbankan memang menggunakan Rupiah, namun baru-baru ini para calon Haji juga diperbolehkan membayar menggunakan Riyal Arab Saudi atau Dolar AS.

Selanjutnya, uang tersebut dikonversi oleh Kementerian Agama yang sebelumnya telah membeli dolar AS dalam jumlah besar untuk memudahkan transaksi dengan pihak penyelenggara Haji di Arab Saudi.

Saat dikonfirmasi, Direkur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag, Ahda Barori menyatakan sampai saat ini, 90 persen Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) melalui transaksi dengan mata uang asing, termasuk jamaah haji yang menyetor juga ada yang melakukannya.

“Untuk tahun ini masih diperbolehkan, mungkin untuk musim haji berikutnya perlu disesuaikan dengan regulasi yang baru dengan menggunakan rupiah,” kata Ahda.

Ketentuan kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi tunai, mulai berlaku sejak disahkannya UU Mata Uang tanggal 28 Juni 2011. Sedangkan ketentuan kewajiban penggunaan rupiah untuk transaksi non-tunai mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2015 setelah keluarnya Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini.

Artikel ini ditulis oleh: