Jakarta, Aktual.com — Setiap Muslim pasti sangat mendambakan untuk pergi Haji atau Umrah. Bahkan tak khayal kita terkadang suka berimajinasi kita sedang berada di Tanah Suci. Ini menjadi hal yang wajar bagi setiap Muslim. Menunaikan ibadah Haji adalah pelengkap dari Rukun Islam dan sebagai pembuktian bagi seorang Muslim sejati.

Akan tetapi bagaimana jika pergi Haji hanya untuk menjaga martabat atau hanya untuk bergaya di lingkungan masyarakat saja. Apakah itu baik dan sah?

Ustad Syarif Hidayatullah menekankan, jangan sampai kita mempunyai niat seperti itu. Menurut ia, bila kita pergi Haji buatlah niat yang tulus karena Allah SWT, bukan karena hal yang lain.

“Naik Haji tapi mengharapkan jika nanti sepulangnya dari Tanah Suci di panggil ‘Pak Haji atau Bu Haji’, ini sangatlah salah,” demikian kata Ustad Syarif kepada Aktual.com, di Jakarta, Selasa (26/1).

Alangkah baiknya, lanjut ia, untuk mereka yang mampu pergi Haji terlebih dahulu membenahi dirinya dahulu. Seperti, menegakkan salat, puasa, tingkah laku dan niat. Jangan sampai naik Haji hanya untuk sekedar mengejar gengsi seremonial semata.

“Sebelum naik Haji kita harus terlebih dahulu menunaikan Rukun Islam yang pertama sampai keempat, akidah kita harus kuat, syahadat harus mantap dan kita harus berpasrah kepada Allah SWT,” tegas ia menambahkan.

“Dan yang harus kita ingat ketika kita berda di Tanah Suci jangan sampai kita berbuat syirik, kita tidak boleh sembah Kabah tapi sembahlah Allah SWT. Kita tidak boleh menjadikan Kabah seperti Tuhan. Karena ada saja orang yang salah sampai berusaha mencuri kiswah untuk dijadikan peruntungan dan ini sangat menyimpang dari ajaran Islam,” katanya lagi menerangkan.

Allah SWT telah berfirman

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Artinya, “(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan Haji. Dan, apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah SWT mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Al Baqarah-197).

“Apabila setiap manusia berbekal takwa, maka hidupnya tidak akan melenceng dari jalur rel, yang Allah SWT telah tetapkan. Hidupnya pun berada di jalan yang benar, tak tersesat,” ujarnya lagi.

“Di mana pejabat tidak akan menyakiti umatnya. Yang ustad, tidak memainkan dalil Tuhan untuk keburukan,” tambahnya.

Oleh sebab itu, sambung ia, bagi Muslim yang sudah pergi ber-Haji dan kembali ke negaranya sendiri harus ada perubahan dari sebelumnya. Mereka yang telah tunaikan Haji, perbuatan serta sikapnya harus berubah.

Yakni, selalu memancarkan kebaikan dan menjadi keteladanan di tempat tinggalnya.

“Semangat Haji pembuktiannya harus ada perubahan yang lebih baik dalam diri pribadi, dan juga mampu memberi manfaat bagi lingkungannya,” katanya lagi menutup pembicaraan.

Artikel ini ditulis oleh: