Jakarta, Aktual.com — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tidak mempermasalahkan penggunaan hak diskresi oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Lewat analogi kebijakan minum kopi yang tidak diatur Undang-Undang, maka kepala daerah boleh mengeluarkan kebijakan yang mengatur masyarakatnya untuk minum kopi.

Kebijakan itu menurutnya masuk dalam ranah administrasi. Dan, keputusan administrasi tersebut tidak serta-merta bisa disalahkan.

Ahok diketahui menggunakan hak diskresinya dalam memberikan izin reklamasi kepada pengembang. Diskresi berupa perjanjian kerjasama itu adalah kontribusi tambahan sebesar 15 persen dikali nilai jual objek dan lahan yang dijual. Hak itulah yang dijadikan Ahok untuk memberikan izin reklamasi meski pembahasan Raperda mengenai reklamasi dibatalkan.

“Kalau memang payung hukumnya tidak ada yang dilanggar, untuk kepentingan masyarakat, daerah, menurut saya tidak ada masalah,” terang Tjahjo di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (23/5).

Disampaikan Tjahjo, dalam penyusunan anggaran suatu daerah sesuai dengan aturan yang ada harus mendapatkan persetujuan DPRD. Akan tetapi apabila DPRD tidak memberikan persetujuan maka kepala daerah bisa menerbitkan Peraturan Gubernur. Meski begitu DPRD tetap melakukan kontrol terhadap Pemda setempat.

Dikemudian hari, lanjutnya, apabila penggunaan hak diskresi oleh Ahok ditengarani ada implikasi tindak pidana korupsi dan atau implikasi penyalahgunaan wewenang maka menjadi urusan aparat penegak hukum.

“Dalam hal kebijakan ini, kalau ditengarai dikemudian hari ada implikasi korupsi, ada implikasi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan yang bersangkutan, kepentingan kelompok. Itu ranah hukum,” demikian Tjahjo.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan bahwa birokrat tidak diperbolehkan bertindak tanpa ada landasan hukum yang jelas. Apabila belum diatur di tingkat pusat, maka kepala daerah diperkenankan membuat Peraturan Daerah atau Peraturan Gubernur.

“Kalau tidak ada peraturannya ada tanda tanya besar dong. Peraturannya mestinya disiapkan dulu. Jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan peraturan perundang-undangannya. Itu kan tidak boleh,” kata Agus dikantornya, Jumat (20/5).

Artikel ini ditulis oleh: