Penyelesaian Sengketa Pilkada (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Sengketa pilkada Bengkulu Selatan di Mahkamah Konstitusi akan memasuki babak baru. Pasalnya, skandal pilkada Bengkulu Selatan mulai terkuak, dengan adanya penemuan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia nomor : PAS-134.PK.PK.01.05.06 tahun 2013 lalu.

Surat tersebut berisikan tentang pembebasan bersyarat Narapidana atas nama H Dirwan Mahmud dalam perkara Psikotropika, yang bersangkutan mendapatkan hukuman empat tahun tiga bulan dan status bebas bersyarat nya tertanggal 1 Agustus 2013.

Seperti diketahui sebelumnya, Dirwan Mahmud adalah calon Bupati Bengkulu Selatan yang memperoleh suara terbanyak berdasarkan hasil perhitungan KPUD setempat, berpasangan dengan Gusnan Mulyadi.

Atas temuan tersebut, Hendra Kusumah selaku pengacara dari pasangan cabup Reskan Effendi–Rini Susanti menyebutkan, hal tersebut telah terjadi pelanggaran berat dalam pilkada Bengkulu Selatan, terbukti dengan adanya SK Menteri Hukum dan HAM pada tahun 2013 lalu.

Ini juga semakin diperkuat dengan adanya Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi–Kemenkumham nomor : PAS 7-PK.01.05.06 –C1, yang memberikan keterangan bahwa Dirwan Mahmud masih berstatus sebagai narapidana dengan status pembebasan bersyarat dan masa percobaannya baru berakhir pada 3 Januari 2016.

“Artinya Dirwan ketika mengikuti pilkada Bengkulu Selatan masih dalam status nya sebagai seorang napi”, ujar Hendra dalam keterangan nya di Mahkamah Konstitusi, Selasa (12/01).

Lebih lanjut Hendra menjelaskan, atas keikutsertaan Dirwan Mahmud dalam pilkada Bengkulu Selatan, telah terjadi pelanggaran terhadap Peraturan KPU (PKPU) no 12/2015 pada Pasal 4 huruf F dan F1, Pasal 42 ayat 1 huruf K, X dan X1, Pasal 47 dan Pasal 51 A.

“Pihak yang bertanggung jawab atas masalah ini adalah KPUD Bengkulu Selatan, dan yang menjadi pertanyaan besarnya adalah apakah ini sebuah kelalaian atau kesengajaan dari KPUD Bengkulu Selatan?” ujar dia.

Pada sisi lain, Dirwan bisa dikatakan telah melakukan pembohongan publik selaku peserta pilkada Bengkulu Selatan tahun 2015. Dan apabila ditelusuri lebih lanjut, besar kemungkinan terdapat tindak pidana pemalsuan surat-surat yang diatur dalam pasal 263 junto 264 KUHP.

Hendra pun menyatakan bahwa selayaknya pilkada Bengkulu Selatan 2015 telah cacat hukum, sebagaimana yang terjadi pada pilkada 2008. Ketika itu Dirwan berhasil memenangi pilkada, namun karena statusnya sebagai mantan narapidana, kemenangannya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan no 57/2008 pada tanggal 8 Januari 2009.

“MK melalui putusan nya membatalkan hasil pilkada dan memerintahkan pilkada ulang, dengan ketentuan tidak diikuti oleh Dirwan sebagai cabup,” kata dia.

“Oleh karena itu sudah sepatutnya bagi MK untuk mendalami sengketa pilkada secara menyeluruh dan menyentuh pada substansinya, dimana pada akhirnya mampu menguak adanya potensi kecurangan pilkada yang sesungguhnya,” ujar Hendra.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu