Jakarta, Aktual.com – Ditengah utang PT PLN (Persero) yang masih menumpuk, berdalih pengembangan proyek ketenagalistrikan 35 ribu mega watt (MW), Kementerian Keuangan kembali melakukan penjaminan terhadap BUMN listrik ini melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Dengan penjaminan ini, jika PLN tak mampu membayar utang-utangnya maka utang itu bisa diambil alih oleh pemerintah. Bahkan pemerintah juga bisa terus menyuntik modal ke PLN. Meski begitu, pihak pemerintah menyebut penjaminan ke PLN ini bukan sesuatu hal yang baru.

“Jadi, skema penjaminannya hampir sama. Dengan PMK ini hanya untuk melanjutkan dukungan pemerintah yang selama ini sudah ada. Jadi ini tidak ada yang baru,” ungkap Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Robert Pakpahan, di Jakarta, ditulis Rabu (7/9).

PMK Nomor 130/PMK. 08/20 16 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Model penjaminannya, kata Robert, PLN bisa mendapat penjaminan kredit atau Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU). Dengan mekanisme dirut PLN yang nantinya memohon ke Menkeu.

Bahkan dengan penjaminan ini disebutnya agar posisi PLN bisa semakin dipercaya oleh para kreditur baik dari dalam maupun luar negeri. Serta dipercaya investor obligasi atau surat utangnya.

“Tapi alasan utamanya karena PLN itu ditugasi pemerintah (bangun proyek 35 ribu MW). Jadi bukan proyek yang komersil. Makanya wajar didukung pemerintah,” dalih Robert.

Ketika dikonfirmasi soal bagaimana untuk menjaga governance PLN agar tidak ada miral hazard, Robert menegaskan PMK mengatur ruang lingkupnya, jadi tidak semua proyek dijamin.

“Makanya ketika proyek itu diajukan, pemerintah mengujinya, apakah sesuai dengan aturan kelayakan usaha, proyeknya feasible atau tidak. termasuk kita ikut mendatangi, apa yang dilakukan saat negosiasinya,” ujar dia.

Freddy R. Saragih, Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DPPR Kemenkeu, menambahkan, penjaminan yang dilakukan pemerintah berupa apa saja agar PLN secara finansial mampu memenuhi segala kewajiban utangnya yang sudah jatuh tempo dan sudah diverifikasi serta valid.

“Misalkan, di akhir tahun ini ada utang PLN yang jatuh tempo dan PLN tak mampu bayar, maka pemerintah wajib ambil alih utang itu, dan juga menyuntik modal lewat APBN atau melalui bank-bank pemerintah yang memberi pinjaman,” jelas Freddy.

Bahkan, kata dia, penjaminan yang dilakukan itu sepanjang masa kreditnya. Tetapi, bisa saja terjadi penjaminan tidak sampai masa akhir jatuh tempo kreditnya.

“Misal, jangka kredit itu 10 tahun tapi selama lima tahun PLN kinerjanya membaik, sehingga mereka (kreditur) tidak minta penjaminan lagi,” jelasnya.

Apalagi, imbuh Freddy, sampai saat ini PLN sendiri belum pernah gagal bayar (default) meskipun utangnya menumpuk.

Meski sekarang sudah ada penjaminan terhadap PLN dalam mengusung pembangunan 35 ribu MW, pemerintah tidak bisa menargetkan seberapa cepat proyek ini bisa dibangun. “Itu tergantung PLN-nya ya, karena posisi kita itu pasif,” pungkasnya.

 

*Bustomi

Artikel ini ditulis oleh: