Jakarta, Aktual.com – Kasus mafia tanah hingga saat ini masih saja terjadi. Hal itu terbukti dari banyaknya laporan yang diterima Panitia Kerja (Panja) Mafia Tanah DPR.

Sampai saat ini saja, ada sekitar 4.385 laporan, termasuk sengketa tanah yang terjadi yang cukup luas dan tumpang tindih di daerah Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang.

Anggota Panja Mafia Tanah, Muhammad Rifqinizami Karsayuda mengatakan, dari telaah yang telah dilakukan, pihaknya membagi ke dalam beberapa klaster kasus, salah satunya terkait dengan proses penegakan hukum di Kepolisian.

Untuk itu pihaknya mendesak Polri untuk segera menyelesaikan kasus-kasus tersebut, sesuai dengan data dan fakta yang ada. “Sebagian besar kami mintakan ke Mabes Polri untuk ditangani,” jelasnya kepada wartawan, ditulis, Sabtu (12/2).

Desakan tersebut juga berlaku bagi kasus sengketa pertanahan di wilayah Tangerang yang telah berlarut antara TP dengan AG.

“Kita minta dalami multi audit, termasuk BPK, termasuk juga kepolisian,” tandasnya.

Diketahui, dalam kasus tersebut mengemuka dugaan terjadi pemalsuan surat tanah dan penyerobotan tanah. Kedua pihak berperkara saling klaim.

Pihak TP menduga itu dilakukan oleh AG. Pihak TP yang juga dikenal sebagai pengusaha garmen, menegaskan bahwa pihaknya merupakan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM).

Pihak AG, menurut pihak TP, mengambil alih lahan hanyda dengan berpegang dokumen AJB dan girik yang diduga palsu. Sebaliknya, AG juga mengklaim sebagai pemilik lahan yang sama. Karenanya, pihak TP juga mengadukan persoalan ini kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Sama seperti DPR, Kompolnas sendiri juga mengaku bahwa pihaknya telah menerima banyak aduan soal mafia tanah. Bahkan dalam kasus ini, Kompolnas pun telah menggelar audiensi.

Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto menegaskan akan menindaklanjuti semua aduan yang masuk. “Tugas kami semua kasus, kami supervisi,” tandasnya.

Sesuai dengan kewenangannya, kata dia, Kompolnas akan memonitor dan mengawasi setiap perkara yang ditangani oleh Kepolisian. Tentunya, adanya dugaan kejanggalan-kejanggalan dalam penanganan kasus akan menjadi fokus perhatian.

“Kami menilai kinerja, sesuai prosedur tidak, sesuai KUHAP tidak. Kalau nanti ada penyimpangan-penyimpangan, kami teruskan ke Irwasum atau Propam,” tandasnya.

Belakangan, TP dilaporkan oleh AG pada 14 Desember 2021 dengan nomor laporan STTLP/B/6326/XII/2021/SPKT/Polda Metro Jaya. Surat perintah penyelidikan pun terbit sehari setelah pelaporan, yakni di tanggal 17 Desember 2021.

Kuasa hukum Tonny Permana, Candra Sinaga mempertanyakan laporan pidana terhadap kliennya di Polda Metro Jaya.

Laporan tersebut dikatakannya, merupakan buntut dari gugatan perdata yang diajukan Tonny Permana kepada Ghozali yang sampai saat ini masih berjalan di pengadilan Tangerang.

Dikatakan, perkara pidana yang menjadi objek laporan tersebut sebenarnya merupakan perkara yang tidak dapat terpisahkan dengan perkara-perkara lain yang lebih dulu dilaporkan oleh kliennya.

Lagi pula, merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 1 tahun 1956, utamanya Pasal 1 menegaskan, bahwa pemidanaan dalam perseoalan sengketa kepemilukan barang, termasuk tanah, maka perkara perdatanya harus didahulukan.

Perma ini berbunyi “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, makapemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata.”

Di sengkarut ini, kedua pihak juga berperkara di peradilan perdata dan TUN. Di empat sengketa perkara TUN, AG memenangkan satu perkara pada tingkat PK. Sedangkan tiga perkara TUN lainnya masih berjalan pemeriksaannya di tingkat PK dimana sampai pada tingkat kasasi pihak TP telah dimenangkan MA.

Terkait sengketa di perkara perdata, proses peradilan masih berjalan. Pihak TP optimistis akan hal tersebut. “Tentu saja apa yang dituduhkan dalam laporan pidana terhadap Sdr. TP tidak benar, apalagi yang dilaporkan disebut sebagai bukti dari materi sidang perdata,” Candra menambahkan.

Atas pemanggilan terhadap kliennya, Candra menjelaskan kalau Kliennya meminta penundaan. “Pak TP sudah dua kali dipanggil pada tanggal 4 dan 7 Januari lalu oleh penyidik polda metro jaya, hanya tidak bisa hadir karena sedang tidak di Indonesia. Tentu kalau di Indonesia bakal menghadiri panggilan tersebut sebagai orang yang taat hukum,” ungkapnya.

Dia juga berharap agar Polri menjawab permintaan perlindungan hukum yang ditujukan kepada Kapolri Jend. Listyo Sigit pada 15 Oktober 2021. Permintaan sama pernah dilakukan juga kepada Kapolri Jend. Tito Karnavian. Hal itu dilakukan lantaran adanya dugaan kejanggalan dalam proses hukum.

Diuraikannya, pada 10 Mei 2019 lalu pihak TP membuat dua laporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait adanya dugaan tindak pidana. Laporan pertama terkait tindak pidana pemalsuan surat oleh (diduga) AG dan M.

Laporan kedua tindak pidana pengerusakan tanah/bangunan dengan terlapor Hercules CS. Selanjutnya, pada 2 Maret 2020, TP kembali membuat laporan terkait dugaan tindak pidana penyerobotan tanah. Di mana lahan miliknya yang sesuai dengan SHM, telah dibangun puluhan unit ruko dan rukan oleh pihak pengembang. Tetapi, semua laporan tersebut dihentikan oleh Bareskrim Mabes Polri, dengan alasan tidak ditemukan peristiwa pidana.

Alih-alih berharap mendapat titik terang, TP justru dilaporkan balik oleh AG ke Polda Metro Jaya. Yang bersangkutan dilaporkan atas tuduhan keterangan palsu di bawah sumpah, pemalsuan surat, menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta otentik, dan penipuan.

Sementara itu saat dikonfirmasi terkait kasus yang tengah diproses itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. “Nanti saya tanyakan dulu,” singkatnya.

Atas laporan tersebut, kuasa hukum AG, Alloys Ferdinand berharap agar Kepolisian memproses pihak terlapor sesuai dengan ketentuan. “Semoga laporan kami terus diproses sesuai dengan apa yang kami laporkankan terhadap terlapor,” ungkapnya.

Menanggapi aduan dan permohonan perlidungan yang dilakukan TP baik kepada Kompolnas maupun Kapolri, menurutnya hal tersebut adalah hak terlapor.

“Yang jelas posisi klien kami di sini sebagai korban. Jadi, silakan saja dia mau mengadu kemanapun,” tutup Alloys.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu