Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan barang bukti uang hasil Operasi Tangkap Tangan di rumah dinas Ketua DPD Irman Gusman di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (17/9). Uang sejumlah Rp 100 juta tersebut diduga sebagai uang suap terkait kuota gula impor yang diberikan bulog CV SB di tahun 2016 untuk Provinsi Sumbar. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam mencapai Rp3 triliun. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga yang sedang mengusut dugaan korupsi Gubernur usungan PAN itu pun telah mengantongi perhitungan kerugiannya.

“Sudah ada jumlah kerugian keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang saat dihubungi, Minggu (16/10).

Meski begitu, Saut mengaku belum mengetahui angka pasti dugaan korupsi Nur Alam. Namun ia mengamini bahwa penyidik telah memegang data yang lebih lengkap. Mengenai kerugian negara ini sebetulnya sudah diungkapkan oleh pihak KPK saat menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan Nur Alam.

KPK dalam menjawab gugatan praperadilan Nur Alam, yang salah satu mempertanyakan perhitungan kerugian negara, menjabarkan secara jelas dengan merujuk pada hasil audit BPKP, ahli kerusakan tanah dan ahli lingkungan dari IPB.

“Hasil perhitungan sementara dari ahli IPB, nilai kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah kurang lebih sejumlah Rp3.359.192.607.950,” ungkap pihak KPK dalam sidang praperadilan Nur Alam, di PN Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Nur Alam selaku Gubernur Sultra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Sultra, tahun 2009-2014.

Politikus PAN diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan surat keputusan (SK) Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Selain itu, juga diduga terkait penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

Dalam kasus ini, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1, atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(M. Zhacky K)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka