Buruh melakukan aksi mogok nasional yang dilakukan selama tiga hari, yaitu pada 24-27 November, untuk menolak dan menuntut agar pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Jakarta, Aktual.com – Aksi mogok nasional buruh yang menolak Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang Pengupahan, dapat dukungan dari Aliansi Mahasiswa Indonesia (AMI).

Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Jami Kuna, mengatakan PP pengupahan merupakan bentuk nyata rezim pemerintah yang pro pasar bebas. “Dalam PP ini formula pengupahan hanya bersandar pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Jami, saat konfrensi pers di kantor LBH Jakarta, Kamis (25/11).

Kondisi ini, menurut dia jelas merugikan posisi buruh. Karena komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) hanya ditinjau tiap lima tahun sekali. “Otomatis keterlibatan buruh dalam penentuan upah direduksi oleh mekanisme pasar,” kata dia.

Selain itu, AMI juga mengecam tindakan represif aparat keamanan dalam penanganan demonstrasi kaum buruh sejak pertengahan bulan September lalu.

Elemen lainnya dari AMI, yakni Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) berpendapat berlakunya PP pengupahan juga diperkirakan bakal mempersulit para anak-anak dari buruh untuk menjangkau akses pendidikan.

“Hanya akan menjadi mimpi bagi buruh yang ingin menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi jika PP ini tidak dibatalkan” kata Nuy dari SMI. Dia juga anggap PP Pengupahan sebagai bentuk politik upah murah rezim yang lebih berpihak kepada pengusaha, dalam hal ini Apindo.

Namun pendapat berbeda justru disampaikan Menteri Tenaga Kerja (Menaker)  M Hanif Dhakiri terkait PP Pengupahan yang diterbitkan 23 Oktober lalu itu. Dia tetap menganggap PP pengupahan menguntungkan kalangan buruh.

Dalam penjelasannya melalui siaran pers yang diterima Aktual.com, Selasa (24/11), Hanif menuturkan, penggunaan formula PP Pengupahan justru akan menguntungkan buruh. Karena membuat naiknya upah minimum suatu daerah jadi lebih tinggi.

Dia membeberkan, dari 28 propinsi saat ini, di 15 propinsi yang belum memakai formula PP Pengupahan, kenaikan UMP-nya di 2016 akan relatif kecil, berkisar antara 6-9 persen.

Sedangkan jika menggunakan PP Pengupahan, kata dia, kenaikan UMP 2016 bisa mencapai 11.5 persen. Hal itu, ujar dia, sesuai data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dari Badan Pusat Statistik (BPS). “Jadi malah lebih kecil kenaikannya kalau tidak pakai PP Pengupahan” ujar dia.

Karena itu, dia anggap buruh tidak punya cukup alasan untuk tidak menerima PP Pengupahan.

Artikel ini ditulis oleh: