Surabaya, Aktual.com – Praktisi Boat Builder, Ir. Ali Yusa M menjelaskan, konstruksi KM Marina Baru 2B berbahan fiberglass, tidak layak untuk pelayaran jauh dengan kondisi perairan berombak, sebab konstruksi kapal fiber lebih mudah pecah dibanding baja.

“Kapal KM Marina Baru itu merupakan jenis kapal cepat berbahan fiber yang mempunyai konstruksi mudah pecah, sehingga mempunyai peraturan sendiri. Dalam Solas, kapal cepat mengacu kepada Solas Chapter 10 dan regulasi Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) khusus untuk kapal cepat,” ujarnya ketika dikonfirmasi, Senin (28/12).

Sementara dari BKI, tambahnya, ada Rules Fibreglass Reinforced Plastic Vessels. Aturan tersebut meliputi masalah konstruksi, seperti material, cara penyambungan, konstruksi sekat kedap, tangki, geladak, kekuatan kapal, permesinan, kelistrikan, dan lain-lain.

“Kapal fiberglass harus memenuhi standard yang dipersyaratkan misalnya HSC (High Speed Craft) Code, namun HSC Code masih belum banyak diperhatikan,” terangnya.

Ia mencontohkan pada penempatan pintu-pintu, sesuai HSC Code disyaratkan bahwa desain penempatan pintu-pintu serta tempat duduk pada beberapa kapal fiberglass banyak yang belum memenuhi standar waktu evakuasi saat darurat, terutama pada kapal fiberglass yang memuat banyak penumpang.

“Contoh lain soal kecepatan evakuasi alias Evacuation Time saat kebakaran. Jika mengacu pada HSC Code, Evacuation Time = (SFP -7)/3 dalam satuan menit. Artinya, bahan Structural Fire Protection (SFP) harus terbuat dari material yang dapat memberikan perlindungan selama 60 menit dan tidak boleh kurang dari 30 menit,” jelasnya.

Menurut dia dengan mengacu pada persyaratan tersebut, untuk kapal fiberglass yang mengangkut 100 penumpang, maka seluruh penumpang dapat dievakuasi dalam waktu sekitar 176 menit.

Di sisi lain, praktisi pelayaran dan memiliki sebuah kapal layar fiber, Achmad Fadjar menambahkan, desain konstruksi dan proses laminasi lambung kapal fiberglass umumnya tidak mengacu pada persyaratan klas, sehingga kekuatan konstruksinya sulit dijamin.

Selain itu, lanjutnya tidak sedikit galangan kapal yang belum memiliki standar enjiniring mengenai penggunaan material atau bahan, komposisi dan prosedur laminasi yang dapat memenuhi persyaratan klas.

“Permasalahan pada kapal fiber tidak hanya pada proses produksinya, tetapi juga dalam pengoperasiannya yang belum mengacu pada persyaratan yang ada. Kepedulian pemerintah pada masalah ini juga masih kurang,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: