Yogyakarta, Aktual.com – Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Prof. Tumiran menilai penggunaan mobil listrik dapat menjadi solusi atas krisis energi nasional yang selama ini mengalami ketergantungan terhadap energi fosil.

“Dalam Peraturan Pemerintah belum ada ketentuan tentang uji layak jalan kendaraan listrik. DEN telah meminta Kementerian Perhubungan supaya mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah agar kendaraan listrik bisa masuk,” paparnya dalam jumpa pers di PSE (Pusat Studi Energi) UGM, Rabu (19/4).

Alasannya, ketika target penggunaan mobil listrik nasional tercapai, harapannya Indonesia tidak perlu lagi melakukan impor bahan bakar minyak, cukup memakai storage sebagai tenaga kendaraan.

Impor minyak Indonesia kata Tumiran cukup besar, sedangkan produksi belum naik-naik, hanya sekitar 800 bph dan tidak semuanya milik pemerintah karena sebagian besar dipakai untuk cost recovery. Indonesia cuma dapat 55-60%, sementara kebutuhan mencapai 1,6 juta bph.

“Arah kita ke depan di Kebijakan Energi Nasional (KEN) yakni mengurangi ketergantungan energi fosil serta menggerakkan penggunaan kendaraan listrik,” imbuhnya.

Tumiran menilai harus ada dukungan lintas sektoral berupa regulasi, kemudian dukungan pabrikasi, bagaimana membuat pabrikasi mobil listrik supaya betul-betul diproduksi di Indonesia, tidak hanya produk impor, karenanya dibutuhkan juga kebijakan dari Kementerian Perindustrian.

Mengingat mahalnya produksi mobil listrik, peran Kementerian Keuangan pun diharapkan lewat kebijakan fiskal, memberi insentif agar tidak kena pajak dan lain-lain sehingga harga mobil listrik jadi lebih murah dan kompetitif dengan mobil berbahan bakar minyak.

Melalui DEN, ia turut mendorong daerah-daerah terpencil diluar Jawa menumbuhkan sektor Energi Baru Terbarukan atau EBT, pemanfaatan energi lokal seperti hydro, matahari, panas bumi dan angin. Tujuannya, dapat memicu pertumbuhan ekonomi daerah.

“Mengatasi krisis energi nasional tidak serta merta dibebankan ke pemerintah pusat melalui RUEN (Rencana Umum Energi Nasional), daerah juga harus menyusun road map energinya masing-masing lewat RUED (Daerah) yang jadi tanggung jawab para Gubernur, KEN diterjemahkan kedalam Perda,” kata dia.

Tumiran memaparkan, menuju 2025 total energy mix Indonesia sekitar 42 MTOE (million ton oil equivalent). Dan dalam target 23% EBT yang digagas sama dengan 95 MTOE, atau kenaikan sekitar 200% kelipatan target saat ini yakni 7%, diluar energi nuklir sebesar 5%.

Indonesia dalam RUEN diharuskan mencapai 45,1 Gigawatt equivalent, dengan rincian PLTP (panas bumi) 7.2 Gigawatt, PLTA (air) 18 Gigawatt, PLTMH (mini hydro) 3 Gigawatt, PLT Biodiesel 5.5 Gigawatt, PLTS (Surya) 6.5 Gigawatt, PLTB (angin) 1.8 Gigawatt serta pembangkit listrik lainnya 3.1 Gigawatt.

“Ini tanggung jawab Menteri ESDM. Ditanyain dong, pak ini kan target EBT angka-angka yang mau dicapai fantastis, gimana caranya? Sudah ada programnya belum? Kalau nggak tercapai gimana? Ditantang aja Menterinya,” pungkas Tumiran.

Pewarta : Nelson Nafis

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs