Tangkapan layar Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jasra Putra saat memaparkan hasil pengawasan penerapan program percepatan penurunan stunting di 26 daerah di Indonesia dalam sebuah webinar yang disiarkan di platform Zoom pada Sabtu (29/7). (ANTARA/Farhan Arda Nugraha)
Tangkapan layar Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jasra Putra saat memaparkan hasil pengawasan penerapan program percepatan penurunan stunting di 26 daerah di Indonesia dalam sebuah webinar yang disiarkan di platform Zoom pada Sabtu (29/7). (ANTARA/Farhan Arda Nugraha)

JAKARTA, aktual.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mengawasi dengan cermat program percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan di 26 daerah di Indonesia. Pengawasan ini berlangsung selama periode 15 Maret hingga 15 Mei 2023 dan melibatkan dua metode, yaitu wawancara dan pengisian kuesioner.

Menurut Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, tiga daerah dengan angka kasus stunting yang cukup tinggi, yakni Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Lombok Tengah, dikunjungi langsung oleh tim KPAI untuk pengawasan. Sementara itu, daerah lainnya diawasi oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) setempat.

Selama survei pengawasan yang dilakukan oleh KPAI, berbagai indikator dievaluasi, termasuk peraturan daerah, sarana prasarana, serta pemahaman masyarakat mengenai stunting.

“Hasil pengawasan menunjukkan bahwa beberapa daerah telah menerapkan peraturan atau kebijakan terkait percepatan penurunan stunting, seperti peraturan Bupati,” ungkap Jasra.

Sebagai implementasi dari peraturan daerah tersebut, hampir semua daerah memiliki program inovatif untuk menurunkan angka stunting. Salah satu program inovatif yang ditemukan adalah Gerimis Telur (Gerakan Minum Susu dan Makan Telur).

Setiap daerah juga telah menyediakan layanan pendidikan anak usia dini yang berperan dalam mengurangi angka stunting melalui program parenting, sosialisasi kepada orang tua, dan kerja sama dengan berbagai pihak terkait.

Meskipun ada upaya yang dilakukan, KPAI mengungkapkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai stunting masih rendah. Oleh karena itu, KPAI merekomendasikan adanya program edukasi yang lebih masif, terutama untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang tingkat pendidikannya belum memadai dan berisiko tinggi terdampak stunting.

Kendala lain yang dihadapi oleh daerah adalah terkait sarana dan prasarana, seperti alat antropometri. KPAI merekomendasikan kepada pemerintah daerah agar mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sekitar 10 persen untuk pencegahan stunting, sehingga percepatan penurunan stunting dapat berjalan lebih optimal.

Meskipun sarana dan prasarana masih belum optimal, laporan KPAI menyebutkan bahwa fasilitas pengukuran berat dan tinggi badan anak di fasilitas kesehatan masyarakat telah menggunakan alat ukur standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, dan proses pengukuran dilakukan sesuai prosedur yang berlaku.

KPAI juga menemukan bahwa pemantauan pelayanan percepatan penurunan stunting, seperti pemberian imunisasi dasar lengkap (IDL) dan makanan pendamping air susu ibu (MPASI), telah dilakukan secara baik oleh setiap daerah.

Dengan pengawasan yang seksama ini, diharapkan upaya penurunan angka stunting di 26 daerah tersebut dapat berjalan lebih efektif dan memberikan dampak positif bagi kesehatan dan kualitas hidup anak-anak di Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh: