‘Pseudo Kebangkitan Umat Islam ?’

Jakarta, Aktual.com – Pergerakan Islam yang belakangan semakin masif dan semakin insten eksistensinya, sejumlah kalangan menyebutkan bahwa hal itu sebagai ciri bangkitnya kekuatan Islam.

Seperti terlihat, dalam beberapa isu politik yang terjadi dan menjadi polemik dikalangan masyarakat belakangan ini, mampu membangun Ghirah (semangat) umat Islam di Indonesia untuk bergerak mengkritisi pemerintahan Jokowi-Jk.

Diketahui, aksi unjuk rasa ‘212’ menjadi puncak terbesar dari sejarah aksi demonstrasi di Indonesia, bahkan sejumlah kalangan menyebut, aksi unjuk rasa 212 sebagai aksi demonstrasi ‘terbesar di seluruh dunia’ yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam yang dilakukan dengan damai dan tertib.

Bahkan, ribuan massa dari Ciamis, Jawa Barat, rela berjalan kaki menuju Jakarta karena aparat kepolisian sempat melarang pengusaha bus untuk menyewakan kendaraannya kepada massa aksi.

Unjuk rasa yang diikuti oleh jutaan umat Islam di Indonesia tak lain adalah untuk mendesak pemerintah dan penegak hukum segera memproses Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta aktif atas kasus penistaan agama.

Tak bisa dielakan, ghirah perlawanan umat Islam tumbuh dari fenomena kepemimpinan Ahok yang dianggap arogan.

Aksi penolakan umat Islam terhadap Ahok dimulai sejak terpilihnya Jokowi sebagai presiden RI pada pemilu 2014 silam. Sejumlah tokoh ulama dan juga masyarakat hingga sejumlah fraksi di DPRD DKI Jakarta yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (gabungan partai politik pendukung Prabowo Subianto) juga melakukan penolakan dengan dilantiknya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi dengan sisa masa jabatan periode 2012-2017.

Ahok dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 130/P/2014 tentang Pemberhentian Wakil Gubernur DKI Jakarta dan Pengesahan Pengangkatan Gubernur DKI Jakarta Sisa Masa Jabatan 2012-2017, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Dipelopori oleh Font Pembela Islam (FPI), sebuah ormas Islam yang dikomandoi oleh Habib Rizieq Shihab, aksi unjuk rasa penolakan terhadap Ahok sebagai Gubernur itu dimulai hingga akhirnya Ahok tersangkut kasus penistaan agama akibat dari pernyataannya yang menyinggung Surat Almaidah ayat 51 pada saat melakukan kunjungan di Kepulauan Seribu yang membuat pergerakan Islam untuk menjatuhkan Ahok sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta semakin besar.

Sebelumnya, penolakan terhadap Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta juga sudah begitu masif dilakukan oleh kalangan aktivis dan juga mahasiswa terkait dugaan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan Ahok. Namun, lagi-lagi Ahok ‘lolos’ dari jeratan hukum.

Gaya kepemimpinannya yang ‘ceplas-ceplos’, akhirnya menghantarkan Ahok pada ujung perjalanannya sebagai Gubernur. Pernyataan Ahok dalam kunjungannya di Kepulauan Seribu yang menyinggung Surat Almaidah ayat 51 dianggap sebagai bentuk penistaan terhadap agama Islam.

Unjuk rasa besar umat Islam menuntut penegakan hukum atas pernyataan Ahok dikepulauan seribu awal kali dilakukan pada Jum’at, 14 Oktober 2016 yang dipelopori oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Puluhan ribu massa aksi dari berbagai elemen tumpah ke jalan, melakukan aksi longmarch menuju kantor Bareskrim yang berada di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat.

Demonstrasi menuntut penegakan hukum atas pernyataan Ahok juga muncul dari sejumlah elemen organisasi dan juga aktivis mahasiswa.

Kemudian, jutaan umat Islam yang dikomandoi GNPF MUI beserta sejumlah elemen organisasi dan juga mahasiswa kembali menggelar aksi unjuk rasa yang disebut sebagai aksi ‘411’ yang berakhir ricuh.

Merasa kecewa dengan lambatnya proses penegakan hukum terhadap Ahok, umat Islam kembali turun kejalan dengan jumlah massa yang jauh lebih besar dari aksi sebelumnya. Aksi yang disebut sebagai aksi ‘212’ konon diikuti oleh 7,5 juta orang yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.

Meski menjadi puncak aksi terbesar dalam sepanjang sejarah demonstrasi, aksi 212 bukan menjadi akhir dari sebuah peristiwa pergerakan Islam menuntut keadilan. Nampak sejumlah aksi-aksi masih dilakukan oleh umat Islam walaupun tidak semasif aksi unjuk rasa 212.

Soliditas kekuatan Islam semakin terbangun, sejumlah aksi unjuk rasa yang dipelopori ulama masih diikuti oleh sedikitnya ratusan ribu umat Islam dalam aksi unjuk rasa pasca 212.

Sebut saja, aksi unjuk rasa solidaritas Palestina, adalah aksi yang baru-baru ini dilakukan dan dikomandoi oleh MUI sebagai bentuk pernyataan sikap atas pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump terkait Palestina. Nampak, massa peserta aksi unjuk rasa yang didominsai umat Islam masih membanjiri Lapangan IRTI Monas.

Menjadi jelas, bahwa hal tersebut menjadi wujud eksistensi nyata umat Islam terhadap capaian pada perubahan positif bagi bangsa.

Gerakan mahasiswa yang disebut sebagai “agent of change” semakin melemah, semakin tumpul, semakin kehilangan taringnya.

Kekuatan umat Islam yang saat ini sudah begitu besar, namun, pergerakan dan kekuatan besar umat Islam yang terbangun saat ini seperti belum menyentuh pada akar persoalan bangsa. Pergerakan umat Islam menjadi semu, besar namun penuh dengan ketidakpastian.

Sementara, tahun politik, pesta demokrasi lima tahunan sudah semakin didepan mata. Sejumlah elit politik, tokoh aktivis dan partai peserta pemilu akan sibuk menggalang kekuatan.

Reporter: Warnoto