Jakarta, Aktual.com — Mungkin beberapa dari kita sudah mengetahui apa itu ilmu psikologi, akan tetapi apakah Muslim paham apa yang dimaksud dengan ilmu psikologi dalam konteks Islam?.
Ustad Syarif Hidayatullah menuturkan, bahwa kajian psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Psikologi Islam jauh berusia lebih tua dari Psikologi Barat. Hal ini terbangun dari berbagai pendapat ahli.
Islam, dengan Al Quran dan Hadis-nya merupakan standar keyakinan dan perilaku (akidah dan syariah) untuk seluruh aspek kehidupan manusia. Jika dicermati, ribuan ayat Al Quran merupakan pesan-pesan perilaku. Demikian pula dengan ratusan ribu Hadis berisi tentang standar perilaku. Hal ini didukung dengan firman Allah SWT,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al Baqarah : 208)
Demikian halnya terdapat Hadis yang artinya, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya maka selama-lamanya tidak akan pernah tersesat, kedua hal itu adalah Kitabullah (Al Quran) dan Sunah (Al Hadis) Rasul”.
“Dari ayat dan Hadis tersebut menunjukkan secara tegas menyerukan kaum Muslimin untuk menyandarkan atau me-refer seluruh aspek kehidupanya dengan Al Quran dan As Sunah, tanpa reserve sedikit pun walaupun sejengkal langkah semut. Tentu saja, terdapat jaminan mutu atau guarantee dari Allah SWT, yakni siapa saja yang dalam kehidupanya secara Keseluruhan dan mengimplementasikan standar tersebut akan diperoleh kehidupan yang bahagia, aman, tenteram dan selamat dunia hingga akhirat,” terang Ustad Syarif, kepada Aktual.com, di Jakarta, Kamis (03/03).
Selanjutnya, siapa saja ilmuwan psikologi Muslim?. Ada beberapa pakar Islam yang secara instens mengkaji, menverifikasi dan mengembangkan ranah psikologi (ilmu an nufus). Antara lain,
1. Ibnu Rusyd 520 H / 1126 M
“Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Tusi Al Ghazali. Di dunia barat sering disebut dengan nama Algazel. Terlahir di kampung Ghazalah, kota Tus di daerah Khurasan yang saat ini di daerah Iran.
Hidup di era Daulah Khilafah Abbasiyah, Beliau ahli dalam berbagai tsaqafah antara lain sejak dari ilmu fiqih, ushul fiqih hingga tasawuf dan psikologi. Dalam ranah psikologi, justru banyak sekali ilmuwan saat ini yang mengambil referensi dari pemikiran Al Ghazali tersebut.”
“Jika disimpulkan Beliau lebih memadukan antara tasawuf dan psikologi sebagai bagian pembentukan kepribadian yang sehat dunia akherat. Seperti, konsepsi ”an-nafs, al-ruh, al-`aql, dan al- qalb” menjadi dasar utama kajian psikologis. Karya tulisnya sangat banyak.”
2. Ibnu Sina 980-1037
“Beliau dengan nama lengkap Abu Ali Al Husayn bin Abdullah bin Sina (Orang Barat menyebut Avicenna, red) dilahirkan di Afsyana, dekat Bukhara yang saat ini di sekitar Uzbekhistan. Di samping itu, mengkaji bidang filsafat dan psikologi.”
“Beliau juga pakar dalam bidang ilmu-ilmu Ke-Islaman dan Kedokteran. Tidak kurang dari 450 buku karya tulis yang menjadi referensi kemajuan ilmu dan teknologi di era Eropa dan modern. Diantara kitab Beliau yang terkait dengan Psikologi adalah Ahwal An Nafs.”
3. Al Ghazali 450-505 H
“Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Tusi Al Ghazali. Di dunia barat sering disebut dengan nama Algazel. Terlahir di kampung Ghazalah, kota Tus di daerah Khurasan yang saat ini di daerah Iran.
“Hidup di era Daulah Khilafah Abbasiyah, Beliau ahli dalam berbagai tsaqafah antara lain sejak dari ilmu fiqih, ushul fiqih hingga tasawuf dan psikologi. Dalam ranah psikologi, justru banyak sekali ilmuwan saat ini yang mengambil referensi dari pemikiran Al Ghazali ini.”
“Jika disimpulkan Beliau lebih memadukan antara tasawuf dan psikologi sebagai bagian pembentukan kepribadian yang sehat dunia akherat. Antara lain konsepsi ”an-nafs, al-ruh, al-`aql, dan al- qalb” menjadi dasar utama kajian psikologis. Karya tulisnya sangat banyak. Bahkan dalam suatu sumber dikatakan bahwa beliau menulis hingga 300 buah kitab yang banyak dijadikan referensi pemikir dari Barat.”
“Buku yang paling terkenal adalah Ihya’ Ulumuddin. Sedangkan, buku-buku lainya antara lain al-Munqidz min al-Dhalal, Tahafut al-Falasifah, Minhaj al-Abidin, Qawa’id al-Aqaid, al-Mustashfa min ’Ilm al-Ushul, Mizan al-’Amal, Misykat al-Anwar, Kimia al-Sa’adah, al-Wajiz, Syifa al-Ghalil, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Mulk.”
4. Ibn Qayyim Al Jauziyah (1292-1350M)
“Beliau memiliki nama lengkap Abu ‘Abdillah Syams al-Din Muhammad ibn Abi Bakr ibn Ayub Ibn Sa’ad ibn Harits ibn Makkiy Zayn al-Din al-Zur’iy al-Dimsyqy. Tanah kelahiranya Damaskus, Syiria. Beliau adalah ilmuwan yang cemerlang menguasai banyak keilmuan antara lain ilmu tafsir, hadits, fiqih, qulub, tasawuf, psikologi dan pendidikan dan psikiatri.”
“Dalam masalah psikologi dan pendidikan, Beliau telah mengkaji sejak dari fase janin (preconception), hingga lahir, dewasa hingga post kehidupan, sebuah perjalanan di hari pembalasan. Dengan itulah banyak kalangan menyebut bahwa Beliau adalah pakar psiko-religius. Praktek psikiatri ditempuh dengan mengkonvergensikan antara tasawuf dan psikologis.”
“Hingga dengan demikian pemikir barat menjadikan keilmuanya sebagai rujukan. Karya-karya kitabnya luar biasa yang tidak bisa disebutkan di sini. Kami sangat silau dengan banyak karyanya, kedalaman ilmunya serta ketaqwaanya.”
5. Al Kindi lahir 185 H/801 M
“Beliau memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Lahir di Kufah, Irak. Beliau anak seorang gubernur di Kufah pada masa kekhilafahan Abbasiyah, sejak dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).”
“Secara umum beliau memiliki keahlian dalam sejumlah bahasa termasuk penerjemah bahasa Yunani, ahli kedokteran, astronomi, matematika, filsafat dan pengembangan psikologi. Dalam pandangan psikologi lebih mengarah pada Plato daripada Aristoteles. Al Kindi mengangap psiko memiliki tiga daya. Pertama, Al Quwah Al Aqliyah (daya jiwa berakal), Kedua, Al Quwwah Asy-syahwaniyyah (daya jiwa nafsu), Ketiga, Al Quwwah Al Ghadlabiyyah (daya jiwa amarah).”
6. Al Farabi (339/950)
“Nama lengkap beliau adalah Abu An-Nashr Muhammad Al Farabi. Beliau adalah seorang yang jenius dengan menguasai setidaknya lima bahasa. Disiplin ilmu yang dikuasai antara lain kedokteran, kimia, matematika, musik, filsafat dan dasar-dasar psikologi. Khusus terhadap kajian psikologi, beliau lebih mengarah pada tataran perilaku moral dengan menggabungkan antara filsafat dan syariat.”
7. Ibnu Khaldun (808/1406)
“Dalam uraian sejarah yang panjang, beliau ahli dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan. Namun dalam konteks ilmu perilaku beliau sering disebut dengan bapak Sosiologi di dunia Islam yang lebih mendahului Augus Comte seorang sosiolog dari dunia barat. Dalam dunia Psikologi lebih mengarah pada kajian psikologi sosial. Kitab beliau yang paling terkenal hingga hari ini adalah Al Muqaddimah.”
8. Al Tabari 838-870
Nama lengkapnya adalah Abu al Hasan bin Sahl al “Tabari. Beliau adalah Ilmuwan muslim pada abad kesembilan di era kekhilafahan Abbasiyah yakni Mu’tashim Billah (833-842) dan Mutawakkil Billah (847-861). Beliau seorang ahli dalam banyak disiplin keilmuan antara lain disamping tsaqafah Islam juga ilmu kedokteran, fisika, dan Psikologi. Beliau menulis kitab yang sangat masyhur yakni Firdaus Al Hikmah.”
“Kitab-kitab lain yang beliau tulis antara lain Hafzh Al Sihhah, Tuhfat Al Mulk, Al Ruqa’, Al Hijamah. Dalam ranah Psikologi, beliau termasuk pioner yang mengusung ilmu kesehatan anak dan bidang pertumbuhan anak. Kehebatan Al Tabari diakui oleh Amber Haque dalam bukunya yang berjudul Psychology from Islamic Perspective and Chalangges to Contamporary Muslim Psychologist.”
9. Ahmed ibn Sahl Al Balkhi (850-934 M)
“Dalam kitabnya Mashalih Al Abdan wa al Anfus. Bersama Muhammad ibn Zakariya Razi (Rhazes), Al Balkhi dikenal sebagai ulama dan cendikiawan muslim yang mempelajadi psikoterapi. Bahkan beliau Ar Razi telah mendirikan Rumah Sakit Mental di Baghdad di tengah kejayaan ideologi Islam Al Khilafah Al Islamiyah.”
“Itulah kiranya Ar Razi sering disebut dengan Bapak Psikoterapi. Pada era keemasan Islam tersebut di Eropa belum terjadi apa-apa bahkan masih banyak terjadi perbudakan. Bahkan di Eropa masih dalam abad kemunduran tersebut sehingga orang yang mengalami gangguan mental disebut dengan kerasukan setan.”
“Akan tetapi dari sembilan pakar Islam dalam ilmu psikologi saya tertarik dengan dengan Al Tabari, sedikit biografi singkat tentang Beliau yang membuat mengapa saya tertarik.”
“Namanya adalah Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir Ibnu Yazid Ibnu Ghalib al-Tabari al-Amuli. Tanah kelahirannya di kota Amul, ibu kota Thabaristan, Iran. Ia dilahirkan pada tahun 223 H (838-839 M), sumber lain menyebutkan akhir 224 H atau awal 225 H (839-840 H), dan meninggal 311 H/ 923 M.”
“Hidup dan tumbuh di lingkungan keluarga membuat al-Tabari diberikan cukup perhatian terhadap masalah pendidikan, terutama bidang keagamaan. Bersamaan dengan perkembangan islam yang sedang mengalami kejayaan dan kemajuannya di bidang pemikiran.”
“Kondisi sosial yang demikian itu secara psikologis turut berperan dalam membentuk kepribadian al-Tabari dan menumbuhkan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Aktivitas menghafal Al Quran dimulainya sejak usia 7 tahun, dan melakukan pencatatan hadis dimulai sejak usia 9 tahun. Integritasnya tinggi dalam menuntut ilmu dan semangat untuk melakukan ibadah, dibuktikannya dengan melakukan safari ilmiah keberbagai negara untuk memperkaya pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.”
“Al-Tabari di usianya yang ketujuh telah mampu menghafalkan Al Quran, sehingga memperoleh kepercayaan menjadi imam shalat pada usia 8 tahun. Karier pendidikan diawali dari kampung halamannya, tempat yang cukup kondusif untuk membangun struktur fundamental awal pendidikan al-Tabari. Kemudian ayahnya mengirimnya ke Rayy, Basrah, Kufah Mesir, Syiria dalam rangka “travelling in quest of knowledge”(al-rihlah litalab al-‘ilm) dalam usianya yang masih belia. Namanya bertambah populer di kalangan masyarakat karena otoritas keilmuannya.”
“Di Rayy ia berguru kepada Ibn Humayd, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Humayd al-Razi. Ia juga menimba ilmu kepada al-Musanna bin Ibrahim al-Ibili, khusus di bidang hadis.ia pernah pula pergi ke Baghdad untuk belajar kepada Ahmad bin Hanbal (164-241 H), sesampainya disana ternyata ia telah wafat. Kemudian Beliau menuju dua kota besar selatan Baghdad, yakni Basrah dan Kufah.”
“Di Basrah ia berguru kepada Muhammad bin’Abd al-A’la al-San’ani (w. 245 H/ 859 M), Muhammad bin Musa al-Harasi (w. 248 H/ 862 M) dan Abu al-‘As’as Ahmad bin al-Miqdam (w. 253 H/ 857 M), dan Abu al-Jawza’ Ahmad bin ‘Usman (w. 246 H/ 860 M). Khusus di bidang tafsir ia berguru kepada seorang Basrah Humayd bin Mas’adah dan Bisr bin Mu’az al-‘Aqadi (w.akhir 245 H/ 859-860 M), meski sebelumnya pernah banyak menyerap pengetahuan tafsir dari seorang Kufah Hannad bin al-Sari (w. 243 H/ 857 M).”
“Setelah beberapa waktu di dua kota tersebut, ia kembali ke Baghdad dan menetap untuk waktu yang lama. Ia masih memusatkan perhatian pada qira’ah (cara baca) dan fiqih dengan bimbingan guru, seperti Ahmad bin Yusuf al-Sa’labi, al-Hasan ibn Muhammad al-Sabbah al-Za’farani dan Abi Sa’id al-Astakhari.”
“Belum puas dengan apa yang telah ia gapai, ia melanjutkan perjalanan ke berbagai kota untuk mendapatkan ilmu, terutama pendalaman gramatika, sastra dan qira’ah. Hamzah dan Warasy termasuk orang-orang yang memberikan kontribusi ilmunya kepada al-Tabari. Keduanya tidak saja dikenal di Baghdad, tetapi juga di Mesir, Syam, Fustat, dan Beirut. Dorongan kuat untuk menulis kitab tafsir diberikan oleh salah seorang gurunya Sufyan ibn ‘Uyainah dan Waqi’ ibn al-Jarrah, Syu’bah bin al- Hajjaj, Yazid bin Harun dan ‘Abd ibn Hamid.”
“Domisili terakhir setelah pulang dari Mesir adalah Baghdad dan sempat singgah di Thabaristan. Sejumlah karya telah berhasil ia buat dan akhirnya ia wafat pada hari Senin, 27 Syawal 310 H bertepatan dengan 17 Februari 923 M dalam usia 85 tahun. Kematiannya disalati oleh masyarakat siang dan malam hari hingga beberapa waktu setelah kematiannya.”
Ustad Syarif menjelaskan, secara pasti belum ditemukan data mengenai berapa jumlah buku yang berhasil diproduksi dan terpublikasi. Dari catatan sejarah membuktikan bahwa karya-karya Al-Tabari meliputi banyak bidang keilmuan, ada sebagian yang sampai ke tangan kita. Sejumlah karya tersebut dengan klasifikasi materialnya yakni,
A. Bidang Hukum,
1. Adab al-Manasik
2. Al-Adar fi al-usul
3. Basit (belum sempurna ditulis)
4. Ikhtilaf
5. Khafif
6. Latif al-Qaul fi Ahkam Syara’i al-Islam dan telah diringkas dengan judul al-Khafif fi Ahkam Syara’i al Islam
7. Mujaz (belum sempurna ditulis)
8. Radd ‘ala Ibn ‘Abd al-Hakam (sekitar 255H)
B. Bidang Quran (termasuk tafsir):
1.Fasl Bayan fi al-Qira’at
2. Jami’ al-Bayan fi tafsir al-Qur’an (270-290 H)
3. Kitab al-Qiraat
C. Hadis:
1. Ibarah al-Ru’ya
2. Tahzib
3. Fada’il
4. Al-Musnad al-Mujarrad
D. Teologi :
1. Dalalah
2. Fada’il ‘Ali bin Abi Talib
3. Radd ‘ala zi al-Asfar (sebelum 270 H)
4. Al-Radd ‘ala al-Harqusiyyah
5. Sarih
6. Tabsyir atau al-Basyir fi Ma’alim al-Din
E. Etika keagamaan :
1. Adab al-Nufus al-Jayyidah wa al-Akhlaq al-Nafisah
2. Fada’il dan Mujaz
3. Adab al-Tanzil
F. Sejarah:
1. Zayl al-Muzayyil (setelah 300 H)
2. Tahzib al-Asar
3. Tarikh al-Umam wa al-Muluk (294 H)
Sejumlah buku yang belum sempat terpublikasikan antara lain :
1. Ahkam Syara’i Islam
2. ‘Ibarat al-Ru’ya
3. Al-Qiyas
“Berapa pun jumlah karya al-Tabari yang ada dengan kondisi yang berbeda-beda, yang pasti al-Tabariadalah sosok yang sangat produktif, meskipun tidak seluruhnya bisa kita temukan, terutama bidang hukum seiring dengan lenyapnya fiqih madzhab Jaririyah yang pernah dibangunnya.”
“Jika disimpulkan, psikologi Islam sebagai sebuah ilmu perilaku manusia muncul dalam bentuk kajian dan penulisan dalam kitab atau buku adalah seiring dengan tumbuh berkembangnya ilmu-ilmu ke-Islaman itu sendiri. Tentu saja acuan utamanya adalah Al Quran dan Al Hadis. Hanya saja terdapat catatan yang sangat penting digaris bawahi, yakni era keemasan Islam bersama tumbuh kembang psikologi menjadi berhenti seiring dengan berakhirnya kekuasaan ideologi Islam dalam sebuah entitas negara Khilafah Islamiyah.”
Bisa dibayangkan, bahwa seorang cendikiawan besar dan sekaligus pengembang Psikologi Islam, Ibn Qayyim Al Jauziyah yang masih melahirkan karya-karya luar biasa, sebenarnya beliau hidup pada era yang disebut Al Qaffal (gembok) yakni masa kemandegan dari pintu ijtihad yang terjadi pada kekhilafahan Turki Utsmani.
“Di tengah masa keemasan Islam, ratusan tahun terakhir ketika itu, bangsa-bangsa barat termasuk entitas negara-negara berideologikan Kapitalis dan Sosialis senantiasa menggerogoti untuk menghancurkan ideologi Islam. Perjalanan fakta sejarah terlalu panjang jika dituliskan. Hingga pada puncaknya, ketika entitas ideologi Islam sudah sekarat, terjadi perang dunia I dan II dimana terjadi perebutan pengaruh antara ideologi Kapitalisme Amerika dan sekutunya melawan ideologi Uni Sovyet Sosialis Komunis. Ideologi Islam dengan sistem Khilafahnya terseret-seret akhirnya hancur di tangan Jendral Musthofa Kemal, anthek Inggris keturunan Yahudi Duhama.”
“Oleh karena itu kinilah saatnya psikologi Islam memimpin dunia, bila kita melihat kembali ke masa lalu ketika Islam menjadi negara super power dalam entitas negara Khilafah Islamiyah selama kurang lebih 13 abad telah menaungi dunia ummat manusia dalam kebaikan. Psikologi yang berbasis Islam telah menjadi bagian penting untuk menciptakan perdaiaman dunia. Jika seseorang jujur dengan diri sendiri, maka justru ketika Khilafah jatuh dan yang berkuasa saat ini adalah Ideologi Kapitalisme ataupun juga sisa pemikiran Sosialisme Komunisme maka kerusakan dunia demikian dahsyat.”
“Kini kehancuran perilaku manusia dan lingkunganya menjadi luar biasa perihnya yang tidak pernah terbayangkan. Dimana-mana kita melihat manusia yang mengidap gangguan jiwa baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penguasa dunia, gembong Kapitalisme telah membunuhi jutaan manusia hanya karena merebut sumber daya alamnya. Para pemimpin negara melakukan pembunuhan rakyatnya, korupsi, kolusi, pembohongan publik, serakah terhadap rakyat, merupakan contoh para pemimpin sudah mengalami gangguan jiwa. Demikian halnya banyak masyarakat yang stress, depresi, bunuh diri, melakukan teror pengeboman, tawuran antar masyarakat dan pelajar, perzinahan, penyakit seksual, perselingkuhan, narkoba, dan sebagainya merupakan bagian dari masyarakat yang sakit jiwa.”
“Sementara itu dalam perkembangan masyarakat kontemporer saat ini, Psikologi Islam mampu menjawab seluruh problematika kehidupan dalam ranah manapun dan dimanapun. Terhadap konsepsi sistem manajemen modern termasuk pengelolaan SDM dan sistem manajemen pengendalian mutu, serta pengelolaan human capital—maka Psikologi Islam mampu menjamin berdasarkan Standar Manajemen Mutu Internasional yakni Al Quran dan Al Hadis.”
“Itulah kiranya sebuah bukti bahwa sistem ideologi selain Islam yang ada di dalamnya bangunan pemikiran Psikologi telah terbukti gagal membawa masyarakat yang berjiwa sehat. Justru banyak warga masyarakat dunia yang menjadi sakit dan pesakitan. Padahal, Islam telah membuktikan selama hampir 13 abad tidak pernah terjadi malapetaka dunia sekejam ini. Bahkan selama Islam menjadi ideologi dunia memang terjadi riak konflik kekuasaan namun terhadap rakyatnya masih menyayangi dan melindungi baik warga negara muslim ataupun non-muslim. Itulah kiranya, saatnya Psikologi Islam bersama ideologinya memimpin dunia.”
Artikel ini ditulis oleh: