Seorang aktivis ASA Indonesia menunjukan poster yang bertuliskan " Stop Kekerasan Terhadap Anak", di acara Car Free Day (CFD ), Jakarta, Minggu (26/7/2015). Tingkat kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di Indoneis masih cukup tinggi dan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak Indonesia.

Jakarta, Aktual.com — Praktisi psikologi Pramuru Hartadi mengatakan orangtua memiliki peranan penting dalam melindungi putra-putrinya dari ancaman kekerasan, dan pelecehan seksual dalam lingkup keluarga maupun lingkungan luar.

“Selama ini fenomena yang terjadi, banyak orangtua kurang memperhatikan dan melindungi anaknya dari ancaman kekerasan dan pelecehan seksual di sekitarnya,” kata Pramuru Hartadi di Singaraja, Senin (16/11).

Pramuru memaparkan, dari data organisasi kesehatan dunia (WHO) kasus kekerasan anak yang sering dilakukan adalah penelantaran dengan prosentase 34 persen.

“Kemudian data kekerasan fisik terhadap anak sebesar 28 persen dan sisanya sebanyak delapan persen adalah kekerasan psikis,” katanya.

Dia menambahkan, seringkali tanpa disadari orangtua telah melakukan penelantaran anak dengan tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar pada anak, seperti kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, dan memberikan kehidupan yang nyaman pada anak.

Dikatakan dia, merujuk pada Undang-undang, orangtua berkewajiban untuk bertanggungjawab melindungi anaknya. “Kewajiban ini telah diatur dalam pasal 26 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,” katanya.

Dijelaskan dia, dalam pasal itu disebutkan jika orangtua berkewajiban mengasuh, mendidik, melindungi anak, menumbuhkembangkan anak sesuai kemampuan, bakat dan minatnya serta mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Selain itu, kata dia, teknik penanganan kasus kekerasan dan pelecehan seksual sangat penting dilakukan. “Kadang-kadang sudah dilakukan upaya sebaik mungkin tetapi bisa saja anak menjadi korban pelecehan seksual. “Kalau sudah terjadi, bantu anak untuk menceritakan pengalamnnya yang baru saja dialami dan mencari dukungan profesional untuk membantu kesembuhan anak,” ujarnya.

Sementara itu, dari hasil survei, sebanyak 30 persen kasus pelecehan seksual dilakukan oleh orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengan anak tersebut. “Sedangkan hanya 10 persen dilakukan oleh orang yang betul-betil asing bagi korban,” ujar dia.

Menurutnya, perlu pendidikan seks sejak balita untuk menghindarkan anak menjadi korban kekerasan seksual. “Salah satunya jelaskan pada anak bahwa tidak semua orang boleh melihat apalagi menyentuh bagian-bagian vital anggota tubuhnya,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu