Aktivitas proyek reklamasi di teluk Jakarta, Kamis (14/4). Dalam rapat kerja yang berlangsung Rabu (13/4), Komisi IV DPR dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sepakat agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan. ANTARA FOTO/Agus Suparto/pras/ama/16.

Jakarta, Aktual.com — Guru Besar Manajemen Pembangunan Pesisir dan Lautan IPB Rokhmin Dahuri mengatakan ekosistem di pulau Jawa, khususnya di DKI Jakarta, sudah kelebihan beban. Dengan kondisi tersebut, pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta akan semakin membuat ibu kota hancur.

“Perkembangan penduduk di Jawa 4 %. Sumbangan ekonomi pulau Jawa 60%. Sumatera yang luasnya 10%, sumbangan 22%. Jadi, 15% wilayah Indonesia menyumbang 85% terhadap ekonomi Indonesia. Sebaliknya wilayah Kalimantan plus Sulaewei, NTB, NTT hingga Papua yang luas wilayahnya 85% sumbangannya 15%. Nah ini kalau enggak segera dikoreksi, Jawa ekologinya bisa hancur. Kalau ekologi hancur sosial ekonominya pun juga hancur,” ujar Rokhmin di Cikini, Jakarta, Sabtu (23/4).

Sementara diluar pulau Jawa, kata dia, sumber daya alamnya mubazir dan malah dicuri orang asing. Sedangkan angka urbanisasi semakin meningkat.

“Makin ancur ekologinya. Itu yang harus segera dikoreksi, praktisnya tak ada lagi pembangunan di Jawa, harus di luar jawa. Sehingga kalau infrastruktur pendidikan bagus di luar jawa saya kira enggak perlu lagi orang-orang luar ke Jawa. Transmigrasi pun secara alamiah akan keluar Jawa,” cetus dia.

Menurutnya, sebagian besar reklamasi memang harus dihentikan tetapi implikasi juga perlu dikerjakan, seperti perpindahan penduduk, restorasi, serta perlu juga perbaiki pencemaran lingkungan.

“Kan air teluk Jakarta hitam sekali. Pengolahan limbah kurang. Itu jadi konsekusensi pemerintah dan rakyat. Karena dengan kondisi sekarang hancur Jakarta,”

“Reklamasi sudah terlanjur tapi evaluasi bersama dulu. Saya harus liat semua data tapi pahitnya kalau enggak diteruskan kan iklim investasi Indonesia akan buruk. Investor jadi enggak yakin inves di Indonesia. Karena baru berjalan setahun dua tahun tiba-tiba ada gejolak lalu berhenti. Padahal kita krisis pengangguran. Ini harus dilihat secara jernih dan seimbang,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: