Jakarta, Aktual.com – Rancangan Undang-undang Minuman beralkohol (Minol) masih menjadi pembahasan serius. Hal tersebut juga masih menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Illiza Sa’aduddin Djamal misalnya, menyampaikan sejak 3 periode pihaknya mengusung untuk lahirnya rancangan undang-undang (RUU) Pelarangan Minuman Beralkohol.

“Saya dari partai persatuan pembangunan (PPP) yang berada di Baleg, sebenarnya sejak 3 periode ini kita mengusung untuk bagaimana lahirnya RUU pelarangan minuman beralkohol ini,” ujarnya dalam acara diskusi yang diselenggarakan FKGM-NU Banten, di Lebak, Banten pada Kamis (23/9).

Lebih lanjut, ia mengatakan dari data yang dirilis WHO terdapat 3 juta dengan 28% disebabkan oleh insiden kecelakaan. Kemudian, 21% meninggal akibat gangguan pencernaan dan 19% karena gangguan jantung.

“Kalau kita lihat data dari who sebanyak 3 juta 28% disebabkan oleh isiden kecelakaan 21% kematian akibat gangguan pencernaan 19% oleh gangguan jantung. Sisanya infeksi, kanker, dan gangguan mental menjadi pemicu kematian akibat alkohol,” katanya.

Sementara, Ketua Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Ika Noviera yang merupakan narasumber pada diskusi tersebut mengatakan, jika berbicara peraturan minuman beralkohol, industri sudah sangat mempunyai peraturan yang ketat mulai dari perjalanannya di tingkat Kota/Kabupaten hingga peraturan Presiden bahkan sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

“Ketika dibatalkan itu minuman beralkohol dikategorikan barang dalam pengawasan, jadi itu cukup detil aturannya, tidak boleh dijual dekat rumah sakit dekat rumah ibadah sampai sekolah dan kami mengikuti serta mendukung aturan tersebut,” ungkapnya.

Tak sampai disitu, lanjut Ika, Kemudian ada turunannya hingga adanya fakta integritas setiap penjual yang mau berjualan harus menandatangani fakta integritas yang merupakan bagian dari izin yang mereka dapatkan.

“Yang terakhir belum lama ini 2015, bahkan bir itu tidak boleh dijual lagi di minimarket yang ada disekitarnya, jadi teman-teman tidak bisa menemukan lagi, dulu bisa, sekarang sudah tidak bisa lagi di minimarket, hanya bisa dijual di Hypermarket, supermarket dan tempat-tempat yang diberi izin lainnya,” katanya.

Jadi, kata Ika, kalau dilihat keseluruhan, apakah betul sangat simpang siur dan apakah betul tidak kuat, pihaknya sebagai anggota dari industri dengan sangat yakin bisa mengatakan bahwa minuman beralkohol mempunyai lebih dari 200 aturan.

“Peraturan dari hulu ke hilir, baik itu di investasi, produksi, promosi, distribusi, dan konsumsi bahkan cukai. Air kran yang tiba di pabrik sampai konsumen ada formulir yang kita isi. Untuk tau betul ke mana barang itu beredar, sebetulnya sudah sangat ketat. Jadi ketika ada kesannya alkohol itu merajalela itu yang kita pertanyakan. Alkohol jenis apa yang merajalela itu,” paparnya.

Sedangkan M. Faiz Aziz dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, dalam diskusi tersebut, menjelaskan perbadingan konsumsi alkohol dari beberapa negara berpenduduk mayoritas Islam di dunia, Indonesia memiliki tingkat konsumsi masih rendah.

“Negara yang menerapkan larangan maupun yang menerapkan pengendalian konsumsi alkohol, ternyata lebih banyak konsumsi alkohol terjadi di negara yang menerapkan larangan konsumsi minol seperti Qatar (1,59 liter) dan Turki yang konsumsi perkapitanya (2,05 liter) atau Brunei (0,48 liter). Indonesia justru menjadi negara terendah konsumsi alkoholnya sekitar (0,39 liter) perkapita,” katanya.

Anggota Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia Surya Vandiantara, Menyorotis soal pelarangan minuman beralkohol secara daring, menurutnya justru berdampak negatif karena menghilangkan akses minuman beralkohol legal pada konsumen yang membutuhkan.

“Saat ini penjualan minuman beralkohol secara daring sudah terjadi dilapangan. Namun, perlu adanya peraturan yang tepat guna dalam rangka melindungi keamanan konsumen,” papar Surya dalam diskusi.

Tak hanya itu lanjut Surya, penjualan minuman beralkohol secara daring dapat diatur dan diawasi secara komprehensif dengan adanya digitalisasi dan maraknya sistem marketplace yang hari ini ramai dimasyarakat.

“Mulai dari memastikan hanya penjual berizin hingga siapa yang boleh secara legal membeli minuman beralkohol misalnya verifikasi usia via KTP melalui platform digital,” katanya.

Sedangkan narasumber Ridwan Darmawan, sebagai praktisi hukum mengatakan, terkait RUU Minol sebenarnya pemerintah melalui Perpres 74 Tahun 2013 sudah mengatur terkait pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.

“Disana sudah diatur sedemikian rupa terkait soal golongan dan apa itu Minol, disana juga diatur soal pengendalian dan dinyatakan minuman beralkohol masuk dalam kategori barang dalam pengawasan, Pengawasan dalam apa, ya baik pengadaannya, produksinya atau dari mananya barang itu didapatkan,” katanya.

Bahkan, lanjut Ridawan, terkait dengan perdagangan dan peredaran minuman beralkohol tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag).

“Permendag sudah mengatur soal peredaran bahkan dimana saja minuman beralkohol bisa dijual, terkait soal perdagangan online tentu sulit untuk mengecek penjual atau pembeli, dan itu pemerintah perlu mengkaji lagi. Namun, jika masyarakat menemukan situs atau marketplace menjual minuman beralkohol yang ilegal silahkan laporkan ke Kominfo, disitu ada kanalanya untuk melaporkan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara