Jakarta, Aktual.com — Pegiat Dokter Indonesia Bersatu (DIB) dr Yadi Permana mengatakan, rasio dokter umum dengan jumlah masyarakat Indonesia sebenarnya sudah mencukupi tetapi belum merata di seluruh negeri.

“Paling banyak di Indonesia bagian barat. Dengan adanya otonomi daerah, dokter dan tenaga kesehatan juga menjadi kewenangan daerah sehingga Kementerian Kesehatan tidak berwenang menempatkan dokter,” kata Yadi Permana di Jakarta, Kamis (6/8).

Yadi mengatakan seharusnya otonomi daerah tidak termasuk bidang kesehatan sehingga pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, bisa menempatkan dokter dan tenaga kesehatan di daerah yang masih kekurangan.

Sedangkan, untuk jumlah dokter spesialis, Yadi mengatakan kebanyakan bertumpuk di rumah sakit-rumah sakit kelas A tertentu, sementara sangat kurang di rumah sakit kelas B dan C.

“Akibatnya, di beberapa daerah pasien sampai harus menunggu tiga minggu hingga satu bulan hanya untuk bertemu dengan dokter spesialis. Penyebabnya adalah dokter-dokter spesialis menumpuk di satu rumah sakit,” tuturnya.

Padahal, kata Yadi, orang sakit tidak bisa menunggu. Hal-hal semacam itulah yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donal Pardede mengatakan pemerintah telah berupaya mengatasi ketidakmerataan dokter dan tenaga kesehatan.

“Kementerian kesehatan berupaya melakukan pemerataan sumber daya manusia kesehatan melalui program Nusantara Sehat dengan menempatkan dokter dan tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil,” katanya.

Yadi dan Donal menjadi pembicara dalam Diskusi Panel “Peta Permasalahan Jaminan Kesehatan Masyarakat” yang diadakan di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Selain Yadi dan Donal, pembicara lainnya adalah pemerhati JKN Prof Sulastomo, Kepala Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan Togar Siallagan dan salah satu konseptor JKN Prof Hasbullah Thabrany.

Pembicara kunci dalam diskusi panel tersebut adalah Ketua Dewan Pers Prof Bagir Manan.

Artikel ini ditulis oleh: