Seorang aktivis ASA Indonesia menunjukan poster yang bertuliskan " Stop Kekerasan Terhadap Anak", di acara Car Free Day (CFD ), Jakarta, Minggu (26/7/2015). Tingkat kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak di Indoneis masih cukup tinggi dan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak Indonesia.

Merauke, Aktual.com – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Merauke Provinsi Papua pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan mencapai ratusan kasus.

Demikian disampaikan Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Merauke Albertina Mekiuw.

“Tahun 2013 ada lima kasus, 2014 enam kasus, dan 2015 sebanyak 104 kasus. Jumlah kasus kekerasan anak ini sudah terlalu banyak,” kata Albertina, di Merauke, Rabu (24/8).

Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi tersebut, kata dia lagi, lebih didominasi oleh perlakuan kasar dari orang tua, serta mempekerjakan anak-anak di bawah umur untuk mendapatkan uang, bahkan mengabaikan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

“Kami lihat anak-anak ini kadang mereka ada di pasar saat jam yang sehusnya mereka berada di sekolah, kami tanya mereka, ada yang mengatakan kerja supaya bisa dapat uang. Pemerkosaan juga ada. Akhir-akhir ini pemerkosaan banyak dan rata-rata dilakukan oleh orang dekat dengan korban,” ujarnya lagi.

Bahkan, kata dia pula, selain ada orang dewasa yang meminta-minta, ada juga orang tua yang membiarkan anaknya meminta-minta di pusat keramaian seperti di dekat ATM dan pertokoan.

“Saya pernah tanya sama mereka, kenapa kamu ada di sini, mereka mengatakan cari uang supaya bisa makan. Ini kan mustahil, ada orang tua, kenapa mesti menyuruh anaknya. Panas-panas mereka berdiri di samping ATM. Ini hal yang tidak bagus,” katanya pula.

Ia menambahkan bahwa tingkat perceraian yang tinggi juga mempengaruhi anak-anak, sebab terkadang anak tidak memperoleh perhatian yang baik ketika orang tua sudah bercerai.

Menurutnya, untuk tahun 2016 ini belum dirampungkan pengumpulan data kekerasan terhadap anak setempat.

“Selama ini belum ada yang masuk pidana, namun kami harapkan tanggung jawab orang tua sebab anak-anak bisa ada karena orang tua,” katanya lagi.

Sebelumnya, Jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Eklesia Kabupaten Merauke Provinsi Papua secara rutin melakukan pembinaan kerohanian, dampak narkoba, dan lem aibon kepada tiga ratusan lebih anak jalanan di wilayah itu.

“Kami putar film tentang bahaya lem aibon dan narkoba. Jadi hal-hal nyata ini yang kami tunjukkan kepada mereka,” kata anggota jemaat GBI Eklesia Kristian Isir.

Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Merauke itu menambahkan bahwa beberapa waktu lalu anak jalanan yang diberikan pembinaan hanya mencapai dua ratusan orang, namun belakangan ini jumlahnya meningkat.

“Setelah pembinaan, kami berikan makan, walaupun seadanya sesuai kemampuan kami. Ketika mereka pulang kami kasih beras dua kilogram per orang. Kami laksanakan pembinaan setiap akhir bulan di GBI Eklesia Jalan Nowari,” katanya pula.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Andy Abdul Hamid