Jakarta, Aktual.com – Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menyayangkan banyaknya rangkap jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari eselon I dan II yang menduduki posisi komisaris di BUMN.
Padahal, kata dia, nama-nama eselon I dan II yang dari kementerian/lembaga (K/L) itu mudah dilihat rekam jejak (track record)-nya yang tak memiliki kemampuan sebagai komisaris.
“Dan lebih parah lagi, banyak komisaris ini lapor LHKPN-nya (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena kalau mau lihat itu (LHKPN) gampang, tinggal masuk saja ke web KPK,” jelas dia di Jakarta, ditulis Rabu (7/6).
Dari banyak nama yang dia kenal dan dirinya melakukan pengecekan, ternyata banyak yang tak melaporkan kekayaannya ke KPK. Padahal sebagai pejabat publik itu harus deklarasi asetnya melalu LHKPN.
“Itu (dari LHKPN) akan jadi sinyal orang ini dan itu akan ada konflik kepentingan dengan perusahaan apa? Investasinya dimana saja? Makanya harus lapor. Tapi sayangnya mereka masih belum lapor juga,” ketus Oce.
Untuk itu, dia melihat dengan jabatan ini, tidak membuat sosok komisaris ini menjadi lebih baik. Bahkan komitmen untuk bersih pun dipertanyakan.
“Semalam (malam kemarin) saya searching. Ada Komut di BUMN besar, dan banyak nama-nama yang dikenal, ternyata tak muncul juga (di laman KPK). Mereka ada yang sudah dua tahun menjabat tapi belum lapor juga. Mesti Menteri BUMN (Rini Soemarno) tegas. Kasih sanksi dong,” keluh dia.
Dirinya mebandingkan kepemimpinan di era Menteri BUMN Dahlan Iskan di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Di era Dahlan, komisaris yang tak lapor LHKPN langsung dicopotnya.
“Tapi sekarang malah santai-santai saja. Mestinya merek dicopot juga. Karena faktanya tak mengikuti aturan hukum yang ada,” cetusnya.
Ketika dikonfirmasi nama-nama komisaris yang tak lapor LHKPN, Oce enggan menyebutnya, karena kesepakatannya acara kali ini yang di bulan puasa ini tak boleh sebut nama.
Sementara itu, dia juga mengkritisi kemampuan si komisaris untuk mengawasi pola bisnis di satu BUMN tertentu. Padahal, kata dia, di UU BUMN disebutkan jabatan komisaris itu harus diisi profesional.
“Tapi kalau dilihat dari list-nya, kita tahulah track record si komisaris itu. Ga ada kemampuannya. Makanya disayangkan rangkap jabatan ini. Selain mereka tak cukup waktu, tak punya kemampuan, adanya duplikasi anggaran, juga langgar aturan. Tapi kok masih diangkat jadi komisaris,” pungkasnya.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka