Jaksa Agung HM.Prasetyo (kanan) memberikan konferensi pers terkait rencana eksekusi mati gelombang III di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/7). Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan Kejaksaan Agung baru mengeksekusi empat dari 14 terpidana mati kasus narkoba dini hari tadi, sisanya belum dipastikan waktunya karena pertimbangan yuridis dan nonyuridis. ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd/16.

Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung dianggap tidak memiliki ‘taring’ untuk terus menelusuri kasus dugaan pemufakatan jahat dalam proses perpanjangan izin tambang PT Freeport Indonesia (FI).

Pasalnya, bukti petunjuk utama yakni rekaman pembicaraan antara Setya Novanto, Riza Chalid dan Presiden Direktur PT FI, Maroef Sjamsoedin, dinyatakan ilegal oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

“Bagaiman kalau MK sudah memutuskan, mau diapain lagi?” singkat pakar hukum pidana Hamid A Chalid saat dihubungi, Rabu (7/9).

Dengan putusan MK itu, menurut pakar dari Universitas Indonesia, Korps Adhyaksa pimpinan HM Prasetyo itu tidak memiliki senjata lagi. “Berarti Kejaksaan sekarang gak punya bukti apa-apa, tidak bisa Kejakasaan menetapkan tersangka,” jelasnya.

Seperti diwartakan sebelumnya, Majelis Hakim MK memutuskan bahwa informasi elektronik yang dimiliki Kejagung dalam mengusut kasus ‘papa minta saham’ ilegal. Pertimbangannya, rekaman tersebut didapat bukan atas permintaan penegak hukum.

Selain itu, Majelis juga memutuskan bahwasanya kasus ‘papa minta saham’ tidak bisa dikatakan sebagai dugaan pemufakatan jahat. Pasalnya, Setnov dan Riza bukan sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk memperpanjang izin tambang PT FI.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby