Ratusan nelayan dari berbagai wilayah melakukan aksi penolakan Reklamasi Teluk Jakarta, di Pelabuhan Muara Angke dan di Pulau G, Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016). Dalam aksinya mereka menuntut agar seluruh proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres 54 Tahun 2008 yang melegitimasi proyek reklamasi dicabut.

Jakarta, Aktual.com — Pengamat Kajian Kelautan dan Maritim, Muhammad Karim menyatakan, mega proyek reklamasi Teluk Jakarta yang kini tengah menimbulkan kontroversi di masyarakat merupakan bentuk pengingkaran negara dalam mensejahterakan masyarakatnya.

Dalam pengingkaran tersebut, menurut Karim, pemerintah seolah membiarkan para pengembang mengeskploitasi kekayaan sumber daya alam untuk kepentingan pengembang dengan cara pemberlakuan undang-undang baru yang memberikan izin atas ruang. Seperti Keppres no 52/1995 dan Perda DKI Jakarta No 8/1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.

“Lahirnya berbagai undang-undang kerapkali mengorbankan mereka (rakyat) ketimbang pemodal yang memanfaatkan ruang di Teluk Jakarta,” ungkapnya kepada Aktual.com saat dihubungi, di Jakarta, Minggu (24/4).

“Peraturan-peraturan ini sejatinya bertolak belakang dari Kontitusi UUD 1945 khususnya pasal 27, 33, dan 34 yang menyangkut kesejahteraan sosial masyarakat,” sambungnya.

Sebab itu, lanjut Karim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Center For Ocean Development and Maritime Civilization (Commit), pemerintah, khususnya Pemprov DKI telah berlaku tidak adil terhadap masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan ruang di Teluk Jakarta.

“Mestinya, wilayah pesisir tidak hanya mengutamakan pemodal besar untuk kepentingan bisnis. Melainkan juga memberikan keadilan ruanh bagi warga pesisir yang juga memiliki hak yang sama soal ruang sebagai warga negara,” tuturnya.

Dalam pandangan Karim, proyek reklamasi Teluk Jakarta lebih mengedepankan pembangunan kawasan elite dan bisnis dengan melakukan penggusuran untuk wisata bahari.

“Artinya, warga pesisir Teluk Jakarta sudah jatuh tertimpa tangga pula,” kata Karim yang juga mengajar di Universitas Trilogi sebagai dosen bioindustri.

Merujuk pasal 33 UUD 1945, Karim menandaskan, sesungguhnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada di Teluk Jakarta merupakan kawasan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Meskipun di sana, tidak bersifat strategis seperti minyak bumi, gas alam ataupun tambang. Tetapi di wilayah tersebut, puluhan ribu orang menggantung nasibnya dari produksi perikanan yang dikelola oleh rakyat seperti; budidaya ikan, pelayaran, pengelohan ikan dan lainnya.

Sebab itu, Negara mestinya bisa hadir dalam memberikan perlindungan agar mereka dapat mengembangkan cabang-cabang produksi untuk menaikkan taraf hidupnya sesuai Amanat Pasal 27 UUD 1945.

“Sehingga nantinya akan terwujud keadilan ruang, keadilan ekologi dan, keadilan ekonomi dalam memanfaatkan dan mengelola ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta,” tandas Karim.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka