Aktivitas proyek reklamasi di teluk Jakarta, Kamis (14/4). Dalam rapat kerja yang berlangsung Rabu (13/4), Komisi IV DPR dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sepakat agar proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan. ANTARA FOTO/Agus Suparto/pras/ama/16.

Jakarta, Aktual.com – Megaproyek pembangunan 17 pulau buatan di Pantai Utara (Pantura) Jakarta, dianggap belum urgen untuk dilakukan dalam waktu dekat.

Kata pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga, seharusnya Pemprov DKI melakukan berbagai masalah yang ada dahulu, sebelum menerbitkan izin reklamasi.

Beberapa persoalan tersebut, seperti membersihkan 13 sungai yang tercemar, mengatasi rob di Teluk Jakarta, dan menambah panjang kawasan hutan mangrove di pesisir ibukota.

“Pemprov DKI malah langsung melompat jauh. Padahal, banyak PR (pekerjaan rumah) yang lebih dulu mesti dituntaskan,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (17/4).

Menurut Nirwono, membangun pulau rekayasa juga bukan jawaban tepat atas keterbatasan lahan di Jakarta. Baginya, yang benar adalah memperbaiki tata kelola lahan.

“Kawasan yang dibentuk horizontal, bukan vertikal. IMB-IMB (izin mendirikan bangunan) diberikan untuk setiap pembangunan yang horizontal,” ucapnya mencontohkan.

Dalil tanggul raksasa di Pantura demi tempat penampungan dan penyedia air bersih bagi warga juga alasan tepat. Pasalnya, 90 persen sungai di ibukota tercemar limbah.

“Harusnya pemprov sekarang ini membebaskan air sungai dari pencemaran, bukan malah mengizinkan reklamasi dan pembangunan tanggul raksasa,” jelasnya.

Justru, reklamasi bakal kembali memangkas dan merusak hutan bakau di pesisir pantai yang kini luasnya sekira 3 km. “Tadinya mencapai 32 kilometer,” tandas Nirwono.

Artikel ini ditulis oleh: