Ratusan nelayan dari berbagai wilayah melakukan aksi penolakan Reklamasi Teluk Jakarta, di Pelabuhan Muara Angke dan di Pulau G, Jakarta Utara, Minggu (17/4/2016). Dalam aksinya mereka menuntut agar seluruh proyek reklamasi di teluk Jakarta dihentikan dan Keppres No. 52 Tahun 1995 dan Perpres 54 Tahun 2008 yang melegitimasi proyek reklamasi dicabut.

Jakarta, Aktual.com — Komunitas Solidaritas Perempuan menilai reklamasi di Pantai Utara Jakarta telah merampas hak-hak nelayan untuk mendapatkan hasil laut. Bukan hanya itu, reklamasi juga merampas hak-hak kaum perempuan yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut, misal pengupas kulit kerang.

“Reklamasi juga berdampak pada kaum perempuan yang selama ini mengolah hasil laut nelayan,” tegas Anggota Komunitas Solidaritas Perempuan, Nisa, di Jakarta, Rabu (20/4).

Komunitas Solidaritas Perempuan menilai reklamasi sebagai bentuk kejahatan kolektif yang dilakukan negara terhadap rakyat kecil. Sebab, selain berdampak langsung pada kehidupan nelayan, reklamasi juga memperlebar kesenjangan sosial antara ‘si kaya dan si miskin’.

Oleh karena itu pula, lanjut Nisa, pihaknya menolak reklamasi karena salah administratif sebagaimana diputuskan pemerintah dengan menghentikan sementara proyek tersebut. Pemerintah diminta melihat kondisinya secara langsung di lapangan akibat reklamasi.

“Belajar dari reklamasi di daerah lain, misal di Lampung, banyak nelayan yang tidak bisa mengambil ikan di laut. Reklamasi ini memperbesar masalah kedaulatan pangan di Indonesia,” tegasnya.

Komunitas Solidaritas Perempuan sendiri diketahui tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Komunitas ini bergabung dengan beberapa kelompok dan pegiat sosial lain, diantaranya LBH, YLBHI, KNTI, ICEL, Walhi, Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke, Kiara dan lainnya.

Belum lama ini, pemerintah pusat memutuskan menghentikan reklamasi sementara atau moratorium di Pantai Utara Jakarta. Kesepakatan diambil melalui rapat koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah propinsi DKI Jakarta.

Pemerintah pusat selanjutnya membentuk Komite Gabungan untuk mengkaji aturan pelaksanaan reklamasi yang dinilai tumpang-tindih. Reklamasi dihentikan sampai semua persyaratan dan perizinan terpenuhi.

Artikel ini ditulis oleh: