Sejumlah murid berjalan pulang usai mengikuti kegiatan belajar bergantian dengan murid lainnya akibat mangkraknya pembangunan ruang kelas di SDN Pitara 2, Depok, Jawa Barat, Senin (25/1). Pembangunan tiga ruang kelas di sekolah tersebut terhenti sejak tiga bulan silam akibat ditinggal pemborong, sehingga mengakibatkan terganggunya kegiatan belajar mengajar. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww/16.

Denpasar, Aktual.com – Wacana ‘full day School’ (FDS) yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy ditentang oleh Rektor Universitas Udayana Prof Ketut Suastika.

‎Menurutnya, wacana FDS belum saatnya diterapkan di Indonesia dan Butuh waktu lama menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur sebelum memberlakukan program tersebut.

“Kita perlu waktu puluhan tahun menyiapkan SDM dan infrastruktur untuk menerapkan program tersebut. Idealnya sekolah harus menyiapkan situasi dan kondisi yang layak seperti di rumah, di masyarakat, walau tetap terpimpin atau tetap dalam bimbingan para guru,” kata Suastika di Denpasar, Kamis (11/8).

Selain soal SDM dan infrastruktur, lahan yang representatif juga menjadi kendala menerapkan program sekolah full day. Tak ada sekolah di Indonesia yang memiliki lahan representatif, sehingga membuat siswanya betah berada di sekolah.‎

Hal tersebut akan mempengaruhi betah atau tidaknya siswa berlama-lama berada di sekolah. “Luas sekolah sudah sempit, bagaimana mungkin anak-anak disuruh seharian di sekolah. Ini perlu dipersiapakan dengan baik,” saran Suastika.

Apalagi, khusus untuk siswa SD dan SLTP diperlukan sentuhan layaknya orangtua kandungnya sendiri. Hal itu secara psikologis amat penting bagi siswa untuk menerapkan program tersebut.‎ Alasan lain ia menolak program FDS lantaran siswa juga memiliki hak untuk berkumpul bersama keluarga dan lingkungan sekitar mereka.

 

Laporan: Bobby

Artikel ini ditulis oleh: