Tembaga. REUTERS

Jakarta, Aktual.com – Kebijakan pemerintah menyetop ekspor tambang mentah untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) mendapat dukungan masyarakat. Setelah hilirisasi nikel berlaku, kemudian disusul hilirisasi bauksit pada Juni 2023 dan diprediksi pada 2024 hilirisasi akan menyasar komoditas tembaga.

“Kebijakan hilirisasi ini sangat bagus, namun pemerintah harus konsisten menjalankannya. Jangan sampai terkesan setengah-setengah, misalnya ketika ada tekanan luar negeri mulai goyah. Ini jangan sampai terjadi,” kata Pemerhati Energi Baru Terbarukan (EBT), Dewanto Indra Krisnadi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Terkait peran komoditas tembaga dalam pengembangan EBT, Dosen Fakultas Teknik Universitas Pancasila ini mengaku memang cukup besar kontribusinya. Namun dirinya belum mengetahui secara persis, berapa persentase kontribusinya. “Tembaga memang punya peran penting,” ujarnya

Disinggung soal keunggulan tembaga, Dewanto mengaku hanya mendapat informasi bahwa sifat dari tembaga yang kondusif dan bisa didaur ulang menjadi alasan utama tembaga memiliki peran penting dalam komponen infrastruktur renewable energy atau energi bersih dan terbarukan di masa mendatang.

Berdasarkan informasi yang didapat, sambungnya, solar panel memerlukan hingga 3,6 ton tembaga untuk mendapatkan 1 MW listrik dari sinar matahari dan setiap 1 MW listrik dari PLTA membutuhkan 0,3-4 ton tembaga sebagai motor penggerak turbin dan pompa hydro. “Namun semua informasi ini perlu dichek kembali,” paparnya.

Disisi lain, kata Alumnus FTUI ini, meminta pemerintah harus serius dan melakukan kontrol ketat terhadap perusahaan tambang yang diduga bandel. “Begitu dengan para pemilik Smelter ini, tidak boleh main-main. Jika ada pemilik Smelter yang nakal, harus ditindak tegas, jangan pandang bulu,” jelasnya lagi.

Ditanya soal dua smelter tembaga yang akan beroperasi sekitar 2024, yakni PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dan PT Freeport Indonesia (PTFI), Dewanto mengatakan tentu kabar yang menggembirakan. “Ya, kita tunggu saja realisasinya,” imbuhnya.

Seperti diketahui, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas menilai produksi katoda tembaga di dalam negeri diperkirakan akan berlebih. Hal tersebut menyusul dengan beroperasinya dua smelter tembaga baru tersebut. “Paling tidak dua smelter baru tembaga yaitu yang sedang dibangun PTFI dan satu lagi oleh Amman Mineral. Dan ini apabila kami selesai dan mulai produksi katoda tembaga mungkin ada tambahan sekitar 800 ribu ton katoda tembaga,” kata Tony kepada CNBC Indonesia dalam acara Mining Zone, dikutip Rabu (28/12/2022).

Oleh sebab itu, ia berharap industri di dalam negeri dapat menyerap kelebihan pasokan katoda tembaga dengan beroperasinya proyek smelter baru. Dengan begitu, maka katoda tembaga dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk kebutuhan industri dalam negeri. “Ini kan sangat disayangkan kalau seandainya katoda tembaga tersebut harus diekspor. Jadi diharapkan industri yang lebih hilir lagi bisa muncul di Indonesia,” ujarnya.

Ia pun mendorong agar katoda tembaga dapat diolah menjadi produk yang lebih hilir lagi oleh industri end user. Sehingga hal tersebut dapat menarik minat para investor untuk membangun industri-industri turunan lainnya di Indonesia. “Ada banyak lah turunan tembaga itu yang bisa dibangun di Indonesia, tentu saja kami saya juga di Kadin bidang investasi bekerja sama dengan Kementerian Investasi berusaha untuk promote untuk investasi asing masuk ke Indonesia untuk produk yang lebih hilir lagi karena raw material untuk produk itu sudah akan tersedia di Indonesia,” ujarnya.

Seperti diketahui, dunia kini tengah berlomba-lomba menggunakan kendaraan listrik sebagai salah satu upaya mengurangi emisi karbon. Pasalnya, penggunaan kendaraan listrik bisa menekan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dianggap tidak ramah lingkungan.

Menurut Tony, permintaan tembaga dunia pun akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan kendaraan listrik (Electric Vehicle/ EV). Tak hanya kendaraan listrik, permintaan tembaga dunia juga akan ikut terkerek naik karena tren pengembangan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Terlebih, 70% kebutuhan tembaga dunia untuk menghantarkan listrik. “Kalau dilihat dari demand-nya tembaga ini di dunia 70% (tembaga) dibutuhkan untuk menghantarkan listrik. Dan sekarang ini ada begitu banyak perusahaan, begitu banyak investor yang sedang membangun listrik yang dihasilkan dari energi baru dan terbarukan,” ungkap Tony.

Tony juga mencontohkan bahwa untuk satu mobil listrik yang diproduksi akan membutuhkan hingga empat kali lipat ton tembaga lebih banyak dari mobil konvensional. Sedangkan untuk kelistrikan, dia menyebut, setiap 1 Mega Watt (MW) solar panel atau Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan membutuhkan tembaga sebesar 4 ton. “Setiap Mega Watt wind farm (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin) itu kan akan membutuhkan 1,5 ton tembaga, setiap 1 Mega Watt solar panel akan membutuhkan 4 ton tembaga, satu mobil listrik akan butuh 4 kali lipat tembaga lebih banyak dari mobil biasa,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Tino Oktaviano